WahanaNews.co | Junta militer akan bebaskan sebanyak 7.012 tahanan untuk memperingati hari kemerdekaan Myanmar yang ke-75 pada hari ini, Rabu (4/1).
Namun, media pemerintah Myanmar, MRTV, melaporkan amnesti itu tak berlaku bagi pelaku pembunuhan, perkosaan, atau dipenjara karena berkaitan dengan kasus ledakan.
Baca Juga:
Opium Merajalela di Masa Rezim Militer Myanmar, PBB: Setara Rp 29 T
Selain itu, pengampunan tersebut juga tak berlaku bagi individu yang didakwa berkaitan dengan senjata, narkoba, penanggulangan bencana alam, korupsi, dan membuat perkumpulan yang melanggar undang-undang.
Namun, sejauh ini tak jelas siapa saja tahanan politik yang akan dibebaskan, demikian dikutip dari Reuters.
Dalam pidato di peringatan hari kemerdekaan Myanmar, kepala junta militer, Min Aung Hlaing, menyampaikan terima kasih kepada pihak yang bersedia bekerja sama.
Baca Juga:
Mengenal C-130J Super Hercules, Pesawat Angkut Baru yang Bakal Perkuat TNI-AU
"Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada beberapa negara dan organisasi dan individu yang dengan positif bekerja sama dengan kami di tengah semua tekanan, kritik dan serangan," kata Aung Hlaing.
Terlepas dari pernyataan Aung Hlaing, sebelumnya junta juga membebaskan 814 tahanan di Hari Persatuan pada 12 Februari.
Pada Oktober 2021 lalu, junta juga dilaporkan membebaskan 1.600 tahanan saat Hari Raya Budha.
Myanmar berada dalam krisis politik dan kemanusiaan usai junta militer mengambil alih secara paksa pemerintahan sah pada Februari 2021.
Ketika itu, militer menangkap sejumlah petinggi negara mulai dari Presiden Myanmar Win Myint, hingga penasihat negara Aung San Suu Kyi.
Usai aksi kudeta tersebut, warga Myanmar menggelar aksi. Namun, militer menanggapi dengan kekuatan berlebih.
Mereka menangkap dan tak segan membunuh siapa saja yang menentang pemerintahannya.
Menurut laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP) hingga kini tercatat 2,692 orang tewas dan 16.862 orang ditangkap sejak kudeta.
Junta terus menjadi sorotan karena hingga kini dianggap masih melakukan kekerasan meski banyak negara sudah mendesak agar tindakan itu dihentikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bahkan sempat menggelar konferensi tingkat tinggi untuk membahas situasi di Myanmar pada April 2021 lalu.
Pertemuan itu menghasilkan lima poin konsensus. Poin itu di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke negara itu. [rgo]