WahanaNews.co | Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) pada Kamis (26/1) melaporkan pertanian opium di Myanmar merajalela di masa rezim junta militer sejak 2021.
Krisis ekonomi parah dan gonjang-ganjing politik hingga konflik di Myanmar mendorong para petani menanam opium.
Baca Juga:
Ratusan Umat Muslim Myanmar Meninggal di Mesjid Akibat Gempa Berkekuatan 7,7 Magnitudo
Ekonomi Myanmar lumpuh menyusul kudeta militer yang dipimpin Min Aung Hlaing di negara tersebut pada Februari 2021. Kudeta tersebut pun berujung pemberontakan sipil hingga mengakibatkan perang saudara.
Melansir CNN Indonesia, lahan untuk tanam opium bertambah luas sepertiganya menjadi 40 ribu hektare pada 2021-2022, berdasarkan laporan dari UNODC.
Potensi dari pertanian bunga opium tersebut juga melonjak hampir 90 persen menjadi 790 ton dibandingkan tahun sebelum kudeta oleh militer Myanmar.
Baca Juga:
Junta Militer Myanmar Umumkan Gencatan Senjata Sementara Pascagempa Mematikan
UNDC juga mencatat terjadi "ekspansi signifikan" terhadap perekonomian terkait panen opium.
"Kekacauan ekonomi, keamanan, dan pemerintahan setelah militer melakukan kudeta pada Februari 2021 membuat para petani tak punya banyak pilihan selain kembali ke opium," tutur perwakilan regional UNODC Jeremy Douglas, seperti dikutip dari AFP.
"Pertumbuhan bisnis opium yang kita saksikan secara langsung berkaitan dengan krisis yang dihadapi negara tersebut," kata Douglas.