Pemicu utama krisis ini adalah susunan kabinet baru yang diumumkan Lecornu. Alih-alih menyatukan, kabinet tersebut justru membuat marah lawan dan kawan politik. Sebagian pihak menilainya terlalu condong ke kanan, sementara yang lain menganggapnya kurang berhaluan kanan.
Akibatnya, pemerintahan baru ini tidak memiliki mayoritas yang solid di parlemen yang terfragmentasi, membuat mereka sangat rentan untuk dijatuhkan kapan saja.
Baca Juga:
Utang Publik Prancis "Meledak", Tembus Rp59,5 Kuadriliun
Pasar Keuangan Merespons Negatif
Instabilitas politik ini menjadi sentimen negatif besar bagi pasar. Analis menyoroti masalah fundamental ekonomi Prancis yang kini diperparah oleh krisis pemerintahan.
"Ini hanya satu pemerintahan berganti dengan yang lain... ini adalah masalah besar bagi aset-aset Prancis, tetapi juga memiliki efek limpahan (spillover) ke seluruh Eropa," kata Chris Beauchamp, kepala analis pasar di IG Group.
Baca Juga:
Sushila Karki Dipilih Jadi PM Nepal Sementara, Bawa Pesan Tak Terduga
Utang Prancis saat ini telah mencapai 113,9% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran yang hampir dua kali lipat dari batas 3% yang ditetapkan Uni Eropa (UE).
Oposisi Serukan Pemilu Dini
Langkah pengunduran diri Lecornu, yang merupakan Pm kelima Macron dalam dua tahun terakhir, langsung disambut oleh seruan dari pihak oposisi untuk membubarkan parlemen. Mereka meminta mengadakan pemilu dini.