WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ribuan warga Filipina memadati jalanan Manila dengan amarah membara pada Minggu (21/9/2025), menuntut keadilan atas skandal korupsi proyek pengendalian banjir fiktif yang ditaksir merugikan uang publik hingga Rp 34,3 triliun.
Kemarahan rakyat memuncak setelah Presiden Ferdinand Marcos menyinggung kasus tersebut dalam pidato kenegaraan pada Juli lalu, sementara banjir mematikan melanda sejumlah wilayah Filipina dalam beberapa pekan terakhir.
Baca Juga:
Gol Bunuh Diri Antar Garuda Muda Bungkam Filipina di Piala AFF U-23
Di Bulacan, salah satu provinsi rawan banjir di utara Manila, proyek-proyek hantu diidentifikasi meski warga masih harus berjalan menerobos air keruh dengan sepatu bot karet.
“Mereka seharusnya tidak menyerahkan uang sebelum pekerjaan selesai. Keduanya bersalah,” kata Elizabeth Abanilla (81), pensiunan asal Bulacan, menuding politisi dan kontraktor proyek sebagai pihak yang terlibat dalam korupsi.
Sekitar 13.000 orang berkumpul di Taman Luneta, Manila, sejak Minggu pagi waktu setempat untuk memprotes dan menuntut pertanggungjawaban atas dana publik yang diselewengkan.
Baca Juga:
Gunung Api Kanlaon di Filipina Meletus, Semburkan Abu Setinggi 4000 Meter
“Ada saat-saat ketika saya sendiri harus berjalan menerobos banjir,” kata Aly Villahermosa (23), mahasiswa keperawatan asal Metro Manila.
“Jika ada anggaran untuk proyek hantu, lalu mengapa tidak ada anggaran untuk sektor kesehatan? Ini benar-benar memalukan,” tambahnya dengan nada kesal.
Teddy Casino (56), ketua aliansi kiri Bagong Alyansang Makabayan, menegaskan bahwa rakyat menuntut lebih dari sekadar pengembalian dana yang hilang.
“Korupsi mengharuskan rakyat turun ke jalan dan menyatakan kemarahan mereka dengan harapan dapat menekan pemerintah untuk benar-benar menjalankan tugasnya,” ujarnya lantang.
Massa yang lebih besar diperkirakan turun ke jalan kemudian pada hari yang sama, menuju sepanjang Epifanio de los Santos (EDSA), lokasi bersejarah dari Gerakan People Power yang menggulingkan Ferdinand Marcos Sr. pada 1986.
Presiden Marcos menanggapi aksi tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak menyalahkan rakyat yang turun ke jalan, hanya meminta agar demonstrasi berlangsung damai.
Militer Filipina ditempatkan dalam status siaga penuh untuk mencegah kemungkinan kericuhan.
Skandal korupsi ini memicu gejolak politik di parlemen, hingga mengakibatkan perubahan kepemimpinan di kedua majelis Kongres Filipina.
Martin Romualdez, sepupu Presiden Marcos, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR pada awal pekan ini seiring dimulainya penyelidikan kasus.
Awal bulan ini, pemilik sebuah perusahaan konstruksi menuding hampir 30 anggota DPR dan pejabat Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) menerima pembayaran tunai.
Departemen Keuangan menghitung bahwa Filipina kehilangan hingga 118,5 miliar peso, setara Rp 34,3 triliun, dalam periode 2023–2025 akibat skandal proyek banjir fiktif.
Greenpeace bahkan memperkirakan kerugiannya jauh lebih besar, mencapai 18 miliar dollar AS atau sekitar Rp 297,3 triliun.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi dana publik di Filipina, di mana sejarah mencatat banyak politisi berpangkat tinggi terbukti korup namun kerap lolos dari hukuman penjara serius.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]