WahanaNews.co | Eskalasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina kian melebar. Sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya termasuk NATO dan Uni Eropa membuat Rusia melabeli mereka sebagai lawan juga.
Hasil alam Rusia diembargo oleh negara barat dengan tujuan melemahkan ekonomi negara yang dipimpin Vladimir Putin tersebut.
Baca Juga:
Unggul 87,32 Persen Suara, Vladimir Putin Jadi Pemimpin Terlama di Rusia Setelah Joseph Stalin
Akan tetapi tampaknya konsekuensi dari sanksi tersebut terlalu besar bagi sekutu Amerika Serikat, terutama negara-negara di Uni Eropa. Satu per satu negara-negara Uni Eropa terancam krisis energi. Sebab sumber energi mereka mayoritas berasal dari Rusia.
Sementara banyak pedagang yang tidak ikut menjatuhkan sanksi pun takut membeli produk Rusia karena takut juga dikucilkan atau diberi hukuman.
Hasilnya harga komoditas energi seperti gas alam, batu bara, dan minyak pun melayang karena pasokan dari Rusia yang tidak tersedia di dunia.
Baca Juga:
Pilpres Rusia 2024: Putin Tak Punya Parpol tapi Menang Terus
Begitu juga dengan harga pangan seperti gandum. Imbasnya banyak negara harus menanggung inflasi yang terus menanjak. Bahkan di Amerika Serikat laju inflasi menyentuh 8,6% yang merupakan tertinggi dalam 41 tahun terakhir.
Ekonomi dunia diprediksi akan melambat karena tekanan inflasi. Pada laporan terbaru tentang Prospek Ekonomi Global yang dirilis oleh Bank Dunia, ekonomi global diproyeksikan melambat menjadi 2,9% year-on-year/yoy pada tahun 2022, lebih rendah dari proyeksi Januari sebesar 4,1% yoy.
Jika dibandingkan dengan tahun 2021 jauh melambat. Tahun lalu ekonomi global bertumbuh 5,7% yoy.
Dominasi Energi Rusia di Uni Eropa
Dominasi Rusia di Uni Eropa memang besar terkait energi. Pada tahun 2021, kontribusi gas Rusia terhadap kebutuhan gas Uni Eropa mencapai 39,2%. Bahkan ada beberapa negara di Uni Eropa yang sangat bergantung kepada gas dari Rusia yang tingkatannya mencapai di atas 70%.
Sebut saja Makedonia Utara, Bosnia dan Herzegovina, dan Moldova yang impor gas alamnya 100% dari Rusia pada tahun 2020, menurut catatan Statista. Kemudian Finlandia dan Latvia yang kontribusi gas alam dari Rusia sebesar 94% dan 93% dari total impor.
Bahkan negara-negara besar seperti Jerman dan Italia menggantungkan lebih dari 45% sumber gas alamnya dari Rusia. Masing-masing besarannya 49% dan 46%.
Selain gas alam, minyak mentah Uni Eropa juga banyak diimpor dari Rusia. Uni Eropa mengimpor sebesar 2,23 juta barel per hari (bph) minyak mentah pada 2021, termasuk 0,7 juta bph melalui pipa.
Jerman, Polandia dan Belanda adalah pembeli utama minyak mentah Rusia di Uni Eropa pada tahun 2021, kata IEA.
Jerman dan Polandia berada di cabang utara pipa Druzhba, rute transit utama untuk ekspor minyak Rusia ke Uni Eropa. Sementara Belanda, pusat perdagangan bahan bakar Uni Eropa, adalah importir utama UE untuk produk olahan dari Rusia.
Kemudian, 70% batu bara Uni Eropa berasal dari Rusia. Jerman dan Polandia sangat bergantung pada batu bara termal dari Rusia. Berdasarkan data Bruegel menunjukkan 67% impor batu bara termal Jerman dan 81% impor batu bara termal Polandia berasal dari Rusia pada tahun 2020.
Berdasarkan tonase Jerman adalah importir terbesar batu bara Rusia di Uni Eropa pada tahun 2020, data menunjukkan, dengan 12,8 juta ton.
Fakta ini membuat Rusia optimis bisa tahan terhadap sanksi dari negara-negara barat. Terlebih lagi China, India, dan Afrika Selatan bisa jadi negara pengganti Uni Eropa.
Selain itu, kuatnya mata uang Rubel membuat Kremlin seakan memiliki 'bukti' bahwa sanksi Barat tersebut tidak mempan terhadap Rusia.
"Idenya jelas, hancurkan ekonomi Rusia secara brutal," tutur Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan tahunan St. Petersburg International Economic Forum.
"Mereka tidak berhasil. Yang jelas, itu (tujuan pengenaan sanksi) tidak terjadi." [rin]