WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Mantan bankir investasi di Bank of America dan Morgan Stanley, Craig Kennedy menyebutkan jika selama tiga tahun perang, sejak tahun 2022 bank-bank Rusia diharuskan untuk mengeluarkan pinjaman preferensial kepada perusahaan-perusahaan militer dengan persyaratan yang ditentukan oleh negara.
Kennedy melaporkan, bahwa selama tiga tahun perang, skema ini mungkin telah menyediakan dana bagi agresor yang setara dengan anggaran militer resminya. Pada saat yang sama, skema ini telah menyebabkan pinjaman perusahaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencapai 415 miliar dolar AS.
Baca Juga:
Membongkar Fakta-fakta Menarik Bandara Militer Rusia di Dataran Tinggi Guci, Laos
"Laporan ini memperkirakan bahwa 210 miliar hingga 250 miliar dolar AS dari lonjakan ini terdiri dari pinjaman bank wajib dan preferensial yang diberikan kepada kontraktor pertahanan. Banyak di antaranya dengan kredit buruk untuk membantu membayar barang dan jasa terkait perang," ujarnya dikutip dari TribunNews.com.
Diketahui, peperangan yang berkepanjangan di Ukraina memaksa Rusia untuk merogoh koceknya dalam-dalam. Bahkan, lebih dari 70 persen pinjaman perusahaan di Rusia sejak 2022 telah diberikan kepada sektor-sektor yang terlibat dalam perang.
Namun kini angka tersebut meningkat hingga setara dengan 100 persen dana pertahanan Rusia. Skema ini menyebabkan pinjaman perusahaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu 415 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 6.759 triliun, hampir dua kali lipat dengan APBN RI 2025 yang berkisar Rp3.600 triliun.
Baca Juga:
Luhut: Impor Minyak dari Rusia? Kenapa Tidak, jika Menguntungkan!
Kennedy menyebutkan bahwa pinjaman dana militer dari perbankan sebesar itu bakalan memberatkan ekonomi di Rusia dan berisiko meningkatkan inflasi negara itu.
"Perekonomian bisa kolaps karena pinjaman perbankan yang lebih banyak digunakan untuk kepentingan militer," kata Kennedy.
Selain itu, pada awal invasi skala penuh, skema pembiayaan di luar anggaran membantu Rusia mempertahankan anggaran militernya pada tingkat yang terkendali, sehingga menyesatkan para pakar internasional dengan meyakini bahwa negara tersebut tidak menghadapi masalah keuangan dalam mendanai perang.
Namun, Kennedy mengatakan ketergantungan Rusia saat ini pada pembiayaan di luar anggaran menciptakan masalah, mendorong inflasi dan kenaikan suku bunga.
Sekarang skema tersebut berisiko memicu krisis sistemik karena suku bunga yang sangat tinggi, masalah likuiditas dan cadangan di bank, dan mekanisme transmisi moneter yang sangat terganggu.
Kennedy menekankan bahwa semakin lama Moskow menunda mengakhiri perang di Ukraina, semakin dekat Rusia akan bergerak menuju keruntuhan perusahaan dan perbankan yang harus ditanggung oleh pemerintah Rusia. Kesulitan-kesulitan ini juga dapat menyebabkan penurunan PDB.
Kennedy berpendapat bahwa sumber daya Barat dapat melampaui kapasitas Rusia untuk mempertahankan perang yang melelahkan melawan Ukraina. Ia menyerukan dukungan berkelanjutan untuk Ukraina dan sanksi yang lebih keras, dan menolak gagasan tentang pencabutan sanksi sebagai imbalan atas gencatan senjata.
"Tantangan pendanaan Moskow akan semakin meningkat dari sini, terutama jika negara-negara koalisi memberlakukan lebih penuh perangkat sanksi energi yang kuat yang mereka miliki," ungkapnya.
Kennedy juga menyebutkan, sanksi terhadap Rusia, dikombinasikan dengan korupsi yang meluas, kekurangan tenaga kerja, biaya perang di Ukraina, dan inefisiensi industri pertahanannya, melemahkan kemampuan Federasi Rusia untuk mempertahankan sektor pertahanan dan stabilitas ekonominya.
Sebelumnya Bloomberg mengabarkan Rusia akan menganggarkan dana perang sebesar 142 miliar dolar AS pada 2025 mendatang.
Tahun ini, Vladimir Putin menggelontorkan uang sebesar 112 miliar dolar AS, atau naik besesar 27 persen sebagai dana perang.
Selain menaikkan jumlah pasukan, tahun depan tentunya Rusia akan meningkatkan kemampuan persenjataannya untuk memperlancar invasi ke negara tetangganya itu.
Lalu bagaimana dengan Ukraina? media Strana mengabarkan, bahwa tahun 2025 anggaran perangnya tidak meningkat signifikan.
Presiden Volodymyr Zelensky disebut-sebut menyiapkan dana mulai 54 miliar dolar AS. Ukraina yang merupakan negara miskin di Eropa tersebut menyediakan dana perang tergantung dari bantuan para sekutunya, negara Barat.
Sebenarnya Amerika Serikat mengalokasikan dana cukup besar. Pada tahun ini saja dana AS untuk Ukraina sebesar 60 miliar dolar AS.
Namun tidak semua dana tersebut langsung cair, namun sebagian dari pengeluaran akan digunakan untuk produksi senjata yang mungkin tidak sampai di Kiev tahun ini.
Para pendonor Barat juga mengatakan bahwa anggaran yang diberikan pada 2025 nanti juga tidakakan sebanyak dari tahun-tahun sebelumnya.
Lantas bagaimana dengan tekad Ukraina untuk melakukan serangan balik pada 2025 mendatang, angka tersebut jelas Strana telah menggambarkan bagaimana akan berkerja keras lagi tahun depan.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]