WAHANANEWS.CO, Jakarta - Donald Trump kembali jadi sorotan setelah membantah mengetahui operasi rahasia Navy SEAL Team 6 Red Squadron di Korea Utara yang dikabarkan gagal pada 2019, padahal misi itu disebut-sebut membutuhkan persetujuan langsung dari dirinya.
Operasi tersebut bertujuan memasang alat penyadap untuk membongkar komunikasi Kim Jong-un, namun berakhir kacau ketika kapal patroli Korea Utara mencurigai pergerakan tim.
Baca Juga:
Eskalasi Karibia: Jet Venezuela Provokasi Kapal AS, Washington Balas dengan Armada Tempur
Menurut laporan The New York Times pada Jumat (5/9/2025), tim SEAL terpaksa melepaskan tembakan, menewaskan seluruh awak kapal, lalu mundur tanpa menyelesaikan misi penyadapan.
Karena sifatnya yang sangat sensitif, operasi itu hampir pasti harus disetujui langsung oleh presiden, namun Trump saat ditanya di Oval Office dengan tegas menyatakan tidak tahu menahu.
“Saya tidak tahu apa-apa tentang itu. Saya harus mencari tahu, tetapi saya mendengarnya sekarang untuk pertama kalinya,” ucap Trump pada Jumat (5/9/2025).
Baca Juga:
Trump Berencana Ganti Nama Departemen Pertahanan Jadi Departemen Perang
Pentagon pun memilih bungkam, sejalan dengan tradisi mereka yang hampir tidak pernah mengomentari operasi tim elite SEAL.
SEAL Team 6 Red Squadron adalah unit legendaris yang menewaskan Osama bin Laden pada 2011 dan menjadi salah satu komponen paling rahasia dari Komando Operasi Khusus Gabungan (JSOC).
Untuk misi Korea Utara ini, tim sudah berlatih berbulan-bulan, namun takdir berkata lain dan operasi harus ditinggalkan demi keselamatan anggota.
Kelompok elite ini sejajar dengan Delta Force di Angkatan Darat dan kerap melaksanakan operasi paling berbahaya di berbagai belahan dunia, termasuk menyamar sebagai pekerja sipil, awak kapal komersial, hingga pasangan diplomatik palsu untuk melacak target.
Jurnalis Sean Naylor bahkan pernah menulis buku komprehensif tentang JSOC pada 2015, mengungkap betapa brutalnya operasi yang dijalankan tim-tim ini.
Di balik drama misi gagal itu, diplomasi AS–Korea Utara kala itu sedang rapuh.
Trump yang sudah kembali menjabat untuk masa kedua, masih mencoba membangun komunikasi dengan Pyongyang meski lebih dingin dibanding periode pertamanya.
Surat Trump ke Kim Jong-un ditolak, menandakan dialog kian tertutup.
Tujuan negosiasi saat itu adalah perjanjian damai antara Korea Utara dan Korea Selatan, sesuatu yang diharapkan mampu mengakhiri ketegangan puluhan tahun di Semenanjung Korea.
Sebelumnya, Trump pernah meraih capaian besar lewat Perjanjian Abraham pada 2020 yang menormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Timur Tengah.
Namun untuk Korea Utara, meski pernah menandatangani pernyataan bersama pada 2018 tentang denuklirisasi penuh, perjalanan diplomasi itu berhenti total ketika pandemi Covid-19 menghantam dunia.
Kesempatan mencetak terobosan pun menguap bersama berakhirnya masa jabatan Trump, meninggalkan kisah operasi rahasia SEAL yang kini ikut menyeruak ke publik.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]