"Saya membawa ID saya karena saya diberi tahu akan aman, saya tidak tahu apakah saya akan diizinkan masuk atau tiba di selatan," kata Wedad Al-Ghoul, yang membawa putranya berjalan 8 hingga 9 kilometer atau sekitar 5 mil dari rumahnya di pesisir Gaza, kepada CNN.
Ola al-Ghul, perempuan warga Gaza yang turut mengungsi, juga mengaku merasakan kengerian saat mereka diminta berjalan di antara jenazah yang bergelimpangan dan pasukan Israel yang bersiap menggempur kapan saja.
Baca Juga:
Sekelompok Duta Besar PBB Sampaikan Kekhawatiran Atas Tindakan Israel Terhadap UNRWA
"Itu sangat menakutkan. Kami mengangkat tangan kami dan terus berjalan. Ada begitu banyak dari kami yang memegang bendera putih," katanya kepada AFP.
Amira al-Sakani juga mengaku melihat "mayat para martir, beberapa berkeping-keping" saat dirinya berjalan kaki dari pusat Gaza ke selatan. Sambil menggendong anak-anaknya, ia tak tahu bahwa perjalanan untuk evakuasi akan sejauh dan semengerikan itu.
Lebih dari 10.300 warga Palestina tewas hingga Selasa (7/11). Sebanyak 4.200 di antaranya merupakan anak-anak.
Baca Juga:
9 Staf UNRWA Dipecat PBB, Atas Dugaan Terlibat Serangan Hamas ke Israel
Haitham Noureddine mengatakan kepada AFP bahwa dia berjalan empat kilometer bersama ibu dan kerabatnya sampai mereka tiba di kamp pengungsian Bureij selatan.
Sambil memegang tongkat, Hatim Abu Riash mengungkapkan ketakutannya saat berjalan melewati pasukan Israel.
"Di sebelah tentara, di samping senjata, di samping tank dan pesawat udara. Itu benar-benar mengerikan," ucap dia, yang melarikan diri dari kamp pengungsian Jabalia.