Meski begitu, pengaruh China tidak lepas dari kekhawatiran. Banyak responden mengaku waspada terhadap dominasi Beijing, terutama jika kekuatan ekonomi atau militernya digunakan untuk menekan negara lain.
Keunggulan ekonomi bukan jaminan kepercayaan mutlak.
Baca Juga:
Masyarakat Korut Makan Harimau hingga Beruang Akibat Kelaparan Ekstrem
Menariknya, di tengah tarik-menarik dua kekuatan besar, banyak negara di Asia Tenggara masih memegang prinsip netralitas. ASEAN dinilai sebagai platform strategis untuk menjaga keseimbangan dan menghindari keterjebakan dalam konflik besar.
Fokus publik kini juga semakin bergeser ke isu-isu domestik dan global seperti perubahan iklim, stabilitas ekonomi, serta konflik yang membara di Timur Tengah.
Sebagai bukti dominasi ekonomi China, nilai perdagangan antara ASEAN dan China melonjak drastis dari US$ 39,52 miliar pada 2014 menjadi US$ 982,7 miliar pada 2024, naik lebih dari 2.300%.
Baca Juga:
Kasus Spionase, Mata-Mata China Dituduh Susupi Parlemen Inggris
Sebaliknya, perdagangan ASEAN dengan Amerika Serikat hanya tumbuh sekitar 193,7% dalam periode yang sama.
Fakta ini mempertegas bahwa kawasan Asia Tenggara tengah berada dalam transformasi strategis besar-besaran, berusaha menemukan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kedaulatan politik di tengah kompetisi dua adidaya dunia.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.