WahanaNews.co | Pada masa Ibrahim AS, tersebutlah seorang raja yang bernama Malki Shadiq.
Penguasa itu meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan Allah SWT, Zat Yang Maha-Esa, Mahakuasa.
Baca Juga:
Blokade Gila Israel Bunuh 66 Anak Gaza, Dunia Internasional Bungkam
Maka, begitu sang nabi datang ke kotanya, dia pun langsung menyambutnya dengan ramah dan menyatakan beriman kepada ajaran beliau.
Renovasi Masjid Al Aqsa yang dilakukan seorang rasul Ulul Azmi itu terjadi sekira tahun dua ribu sebelum Masehi (SM).
Menurut Mahdy Saied, dalam buku Fadhailu al-Masjidi al-Aqsha wa Madinati Baiti al-Maqdisi wa ar-Raddu 'alaa Mazaa'imi al-Yahudi, Malki Shadiq merupakan keturunan Suku Kanan.
Baca Juga:
Dibantu atau Diracun? Gaza Temukan Narkoba di Bantuan AS-Israel
Mahdy mengatakan, kelompok etnis itu termasuk rumpun bangsa Arab.
Keberadaan mereka di Palestina diduga sejak tahun 10 ribu SM.
Mereka membangun peradaban dan kebudayaan Arab di Al Quds.
Bahkan, tidak hanya kota tersebut.
Wilayah kekuasaannya juga mencakup daerah-daerah sekitar, seperti Jericho, Gaza, Nablus, dan Al Khalil.
Dengan demikian, lanjut Mahdy, bangsa Arab Kanan, dan bukan Yahudi karena datang lebih belakangan, merupakan penghuni awal Negeri Palestina.
Definisi Arab di sini mesti dikaitkan dengan generasi-generasi yang datang sebelum Ismail bin Ibrahim AS, yakni keturunan Sam bin Nuh AS.
Mengutip KH Moenawar Chalil, dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (2001), kata Arab sama artinya dengan rahlah, yakni “mengembara”.
Bangsa Arab dinamakan demikian karena mereka termasuk bangsa yang gemar mengembara dari satu tempat ke tempat lain.
Sejarahnya dapat ditelusuri sejak zaman Nabi Nuh AS.
Sang rasul memiliki tiga putra, yaitu Sam, Yafits, dan Ham.
Masing-masing menurunkan bangsa-bangsa dengan warna kulit tersendiri.
Yang dinamakan bangsa Arab, lanjut Chalil, masuk ke dalam golongan bangsa Semit, yakni berasal dari keturunan Sam yang darinya diambil nama Semit.
Kebanyakan ahli riwayat meyakini, daerah yang pertama-tama dihuni keturunan Sam bin Nuh ialah lembah Sungai Eufrat dan Tigris, Irak.
Dari sana, di antara mereka ada yang bermigrasi ke banyak daerah sekitar, seperti Jazirah (Arab), Etiopia, dan juga Palestina.
Negeri di sebelah timur Mediterania itu tak semuanya subur.
Umumnya, kondisi tanah berbukit-bukit, beriklim gurun, serta jarang dialiri sumber air yang melimpah.
Karena itu, karakteristik mereka menjadi nomaden.
Suku bangsa ini suka mengembara ke lokasi mana saja di dalam negeri tersebut yang sesuai untuk keperluan hidup sehari-hari dan hewan ternaknya.
Suku Kanan memiliki sejarah hingga beberapa ribu tahun sebelum Masehi.
Antara tahun 7.500 dan 6.000 SM, menurut Mahdy, ada satu kabilah dari Kanan yang berpindah ke lokasi tempat (fondasi) Al Aqsa berada.
Kabilah ini bernama Yebus.
Mereka lalu mendirikan kota di sana sesuai namanya sendiri, yakni Yebus.
Dan, mereka pun mengetahui dari tuturan nenek moyangnya bahwa lokasi (fondasi) Al Aqsa tersebut adalah tanah suci.
Dari generasi ke generasi, mereka hidup di kota tersebut.
Datanglah suatu masa ketika mereka dipimpin seorang raja bernama Salim al-Yabusi.
Dia mendirikan sebuah bangunan di arah tenggara (fondasi) Al Aqsa.
Sejak itu, Salim mengganti nama kota Yebus menjadi Ursaaliim yang berarti “Kota Salim” atau “Kota Keselamatan”.
Dari nama ini, kelak orang-orang Yahudi mendapat sebutan bagi Baitul Maqdis, yakni Yerusalem.
Padahal, nama Ursaaliim sudah ada jauh sebelum bangsa Israil lahir.
Untuk diketahui, Israil adalah gelar bagi Nabi Yaqub yang berarti “dia yang menyeru Tuhannya”.
Setelahnya, muncul raja bernama Malki Shadiq memimpin suku Kanan.
Dialah yang menyambut kedatangan Nabi Ibrahim, yang hijrah dari lembah Eufrat-Tigris, Irak.
Sesampainya di Palestina, Ibrahim AS menyebut keturunannya sebagai orang-orang Ibri.
Nama itu berasal dari kata abara yang berarti “memotong jalan” atau “menyeberang lembah”.
Maksudnya, dahulu beliau dan keluarganya datang dengan menyeberangi Sungai Eufrat untuk sampai ke Palestina, sesuai petunjuk wahyu.
Dari nama Ibri itulah muncul istilah Ibrani atau Hebrew.
Sepeninggalan Ibrahim AS, dua orang putranya, Ismail dan Ishaq, meneruskan dakwah tauhid.
Nabi Ismail tinggal di Makkah, Jazirah Arab.
Adapun Ishaq di Palestina, bersama bangsa Kanan.
Untuk jangka waktu lama, bangsa ini beserta keturunan Ibrahim AS hidup dalam damai dan kesejahteraan.
Sejak 1.800 SM, Mesir ditaklukkan bangsa Hyksos.
Sekira 200 tahun kemudian, Palestina pun jatuh ke tangan bangsa tersebut.
Nabi Yusuf hidup di Mesir sekitar 1630-1520 SM.
Nabi Musa AS, yang diperkirakan hidup sekitar 1212 SM, berhasil membawa Bani Israil, yakni keturunan Nabi Yaqub bin Ishaq, keluar dari Mesir.
Namun, umat beliau enggan memasuki Negeri Palestina.
“Mereka berkata: Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS Al Maidah ayat 24)
Berpuluh-puluh tahun kemudian, barulah Bani Israil bisa memasuki Palestina.
Mereka dipimpin Nabi Yusya bin Nun, yang waktu mudanya begitu setia mendampingi Musa AS.
Namun, kaum ini hanya mampu menduduki Jericho, tidak berhasil menguasai al-Quds.
Selanjutnya, Allah SWT mengangkat Daud AS sebagai nabi-Nya untuk Bani Israil.
Beliau bersama Thalut berhasil mengalahkan kepala suku Kanan, Jalut.
Mahdy mengatakan, kalaulah saat itu bangsa Kanan tak terjerumus dalam kesyirikan, tidak mungkin Daud memeranginya.
Selama 39 tahun, Daud memimpin kaumnya dengan beribu kota di Al Quds yang namanya kemudian lebih masyhur saat itu sebagai Kota Daud.
Penerus Daud ialah putranya, Sulaiman AS. [dhn]