WahanaNews.co | Rezim Taliban ‘memaksa’ pencairan aset-aset cadangan Afghanistan yang bernilai miliaran dolar, di tengah krisis uang tunai dan kelaparan massal yang terus memburuk.
Seorang juru bicara Kementerian Keuangan rezim Taliban mengatakan Afghanistan akan menghormati hak asasi manusia termasuk hak perempuan asalkan bisa mendapatkan bantuan dan kucuran dana segar dari luar negeri demi menangani krisis ekonomi yang semakin parah.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Afghanistan memang menyimpan aset miliaran dolar di bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, dan beberapa bank sentral di Eropa.
Namun, aset-aset itu telah dibekukan sejak Taliban menggulingkan pemerintah Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.
"Uang itu milik negara Afghanistan. Berikan kami uang kami sendiri," kata juru bicara Kemenkeu Afghanistan, Ahmad Wali Haqmal kepada Reuters.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
"Membekukan uang ini tidak lah etis dan bertentangan dengan semua hukum dan nilai internasional," paparnya menambahkan.
Haqmal mengatakan Afghanistan akan mengizinkan perempuan mendapat pendidikan, meskipun tidak di ruang kelas yang sama dengan laki-laki.
Hak asasi manusia, katanya, akan dihormati tetapi dalam kerangka hukum Islam, yang tidak akan mencakup hak-hak para kaum LGBT.
"LGBT... Itu bertentangan dengan hukum Syariah kami," katanya.
Seorang pejabat tinggi bank sentral Afghanistan mengaku telah meminta negara-negara Eropa termasuk Jerman untuk mencairkan sebagian aset negara Asia Selatan itu.
Pejabat itu mengatakan pencairan aset menjadi krusial demi mencegah perekonomian Afghanistan kolaps.
Jika perekonomian runtuh, katanya, itu akan memicu migrasi massal warga ke Eropa hingga memperburuk krisis pengungsi.
"Situasinya putus asa dan jumlah uang tunai berkurang. Saat ini masih ada kas uang tunai yang cukup untuk menjaga Afghanistan sampai akhir tahun," kata seorang anggota dewan Bank Sentral Afghanistan, Shah Mehrabi.
"Eropa akan terkena dampak paling parah jika Afghanistan tidak mendapatkan akses ke aset-aset uang ini," ucapnya menambahkan.
Mehrabi mengatakan bahwa Afghanistan membutuhkan U$150 juta setiap bulan untuk "mencegah krisis yang akan segera terjadi" dan menjaga mata uang lokal dan harga stabil.
"Jika cadangan tetap beku, importir Afghanistan tidak akan mampu membayar pengiriman mereka, bank akan mulai runtuh, makanan akan menjadi langka, toko kelontong akan kosong," kata Mehrabi.
Mehrabi berharap bahwa negara Eropa mau mencairkan aset-aset Afghanistan. Dia mengatakan Jerman memegang setengah miliar dolar uang Afghanistan sehingga menuntut negara itu untuk mencairkannya.
Sementara itu, sampai saat ini AS berkeras tidak akan mencairkan aset Afghanistan sekitar US$9 miliar. [dhn]