WahanaNews.co | Rezim Taliban di Afghanistan mengaku punya daftar komunitas kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ) di negara itu, yang jadi target untuk dibunuh.
Taliban menganggap komunitas LGBTQ sebagai kaum yang menyimpang dan melanggar dari syariat Islam. Ketika berkuasa pada 1996-2001, Taliban memang menerapkan hukum Islam interpretasi mereka secara brutal dan ketat.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
"Saat ini adalah waktu yang paling menyeramkan bagi kami di Afghanistan," ucap Direktur Eksekutif Rainbow Railroad, Kimahli Powell.
"Kami tahu pasti bahwa Taliban punya daftar warga LGBTQ yang diidentifikasi dan ingin dibunuh," kata Powell menambahkan.
Rainbow Railroad merupakan organisasi aktivis satu-satunya pemerhati hak kaum LGBTQ di Afghanistan.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Menurut Powell, Taliban mendapatkan daftar warga LGBTQ ini dari nama orang-orang yang tengah diusahakan organisasi hak asasi luar negeri untuk dievakuasi dari Afghanistan.
"Setelah Kabul jatuh (ke tangan Taliban), banyak informasi yang beredar," ujar Powell.
Tak hanya itu, Powell menyampaikan orang-orang yang tak berhasil dievakuasi rentan diburu, mengingat identitas mereka tersebar. Powell juga mengklaim Taliban menyelesaikan daftar ini dari penipuan yang membuat masyarakat mengakui status dirinya LGBTQ atau bukan.
"(Beberapa) individu yang tengah menghubungi kami mengatakan tentang bagaimana mereka mendapatkan email misterius dari orang yang mengklaim berhubungan dengan Rainbow Railroad, menanyakan informasi dan paspor mereka. Itu cara kami mengetahui kalau informasi (masyarakat LGBTQ) telah tersebar," ucap Powell dalam wawancaranya dengan France24.
Sebelumnya, beredar kabar kalau kaum LGBTQ tengah diburu Taliban. Mereka bersembunyi dalam ketakutan dan kelaparan karena kehabisan makanan.
Kabar ini menjadi perhatian setelah aktivis di luar Afghanistan mengaku dihubungi ratusan orang LGBTQ yang meminta tolong untuk dievakuasi agar dapat kabur dari Taliban.
Dua aktivis mengaku bahwa mereka punya dua daftar nama berisi ratusan nama para anggota LGBTQ yang meminta bantuan, salah satunya Rabia Balkhi.
"Situasinya semakin buruk setiap hari. Ketakutan ditangkap menjadi bagian hidup saya sekarang dan saya sangat stres sampai tak bisa tidur," ujar Balkhi, dari lokasi yang dirahasiakan.
Sejumlah orang LGBTQ lainnya mengatakan bahwa mereka bersembunyi di ruangan sempit atau ruang bawah tanah selama berminggu-minggu. Mereka hanya dapat menatap tembok dan tak hentinya melihat ponselnya, menanti waktu yang tepat untuk kabur. [qnt]