WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal memalukan kembali mengguncang institusi keagamaan di Thailand.
Kali ini, sembilan biksu senior dan kepala kuil harus dilucuti jubahnya dan dikeluarkan dari lingkungan biara karena diduga terlibat dalam skandal seks yang mencoreng martabat agama Buddha.
Baca Juga:
Buronan Kasus Pencabulan di Madina Ditangkap, Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Kejadian ini menambah daftar panjang pelanggaran moral yang mengusik ketenangan umat di negeri Gajah Putih.
Pada Rabu (16/7/2025), Biro Investigasi Pusat Kepolisian Kerajaan Thailand (CIB) menyatakan bahwa mereka akan memperluas penyelidikan dengan memeriksa latar belakang sekitar 300.000 biksu di seluruh negeri.
Langkah ini dilakukan demi membersihkan institusi agama dari praktik menyimpang dan menjaga kepercayaan publik.
Baca Juga:
Tragedi di Labuhanbatu: Siswi SMA Diperkosa Belasan Orang, 2 Pelaku Diciduk Warga
"Kami bertekad untuk menyelidiki penyimpangan yang dilakukan para biksu demi melindungi agama Buddha," ujar Mayor Jenderal Polisi Jaroonkiat Parnkaew, Wakil Komisaris Biro Investigasi Pusat.
Sebagai bagian dari penyelidikan, Kepolisian Thailand telah meminta Kantor Nasional Agama Buddha (NOB) untuk menyerahkan nomor kartu identitas semua biksu guna memverifikasi latar belakang mereka.
Kasus ini mencuat setelah seorang perempuan bernama Wilawan Emsawat, yang dikenal dengan nama panggilan Golf, ditangkap pada Selasa (15/7/2025) di rumahnya di Provinsi Nonthaburi, wilayah utara Bangkok.
Wilawan diduga memperdaya sejumlah biksu agar bersedia melakukan hubungan seksual dengannya, lalu diam-diam merekam adegan tersebut untuk tujuan pemerasan.
Wanita berusia 30 tahun itu kini menghadapi berbagai dakwaan, mulai dari pemerasan, pencucian uang, hingga menerima barang hasil kejahatan.
Polisi menyebut Wilawan telah mengumpulkan sekitar 385 juta baht, atau setara Rp 195 miliar, dalam tiga tahun terakhir melalui praktik pemerasan tersebut.
Skandal ini menjadi sorotan nasional dan menimbulkan keprihatinan mendalam di masyarakat Thailand, di mana agama Buddha dan para biksu masih dianggap sebagai simbol moralitas dan keteladanan.
Publik mendesak agar investigasi dilakukan secara transparan, agar kepercayaan terhadap institusi keagamaan tidak semakin luntur.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]