"Saya percaya beberapa tangki bahan bakar pesawat pasti mengalami kerusakan besar, tetapi sebagian besar dari mereka akan terbelah dua ketika mereka bertemu dengan balok baja di gedung-gedung, dan oleh karena itu perkembangan api cukup konstan," paparnya.
Lebih lanjut, ilmuwan material SINTEF itu juga meyakini bahwa pesawat-pesawat berhenti di semacam cekungan puing-puing bangunan.
Baca Juga:
Cerita Marshanda yang Diperlakukan Agresif saat di RSJ Los Angeles
Paduan aluminium lambung pesawat, kata Simensen, akan meleleh pada suhu 660 derajat Celcius.
"Jika aluminium cair dipanaskan lebih lanjut hingga suhu 750 derajat celcius, menjadi cair seperti air. Saya menduga bahwa inilah yang terjadi di dalam Twin Tower, dan aluminium cair kemudian mulai mengalir ke lantai di bawahnya," katanya.
Alumunium, kata Simensen, akan segera bereaksi terhadap air dan reaksi ini juga melepaskan hidrogen.
Baca Juga:
Skenario Spionase AS Lacak Pemimpin Al Qaeda di Kabul
Reaksi seperti itu sangat kuat ketika katalis hadir, dan dapat menaikan suhu hingga lebih dari 1500 derajat celcius.
"Industri aluminium telah melaporkan lebih dari 250 ledakan aluminium-air sejak tahun 1980. Alcoa Aluminium melakukan percobaan di bawah kondisi terkendali, di mana 20 kilogram aluminium yang dilebur dibiarkan bereaksi dengan 20 kilogram air, yang ditambahkan beberapa karat. Ledakan itu menghancurkan seluruh laboratorium dan meninggalkan kawah berdiameter 30 meter," kata Simensen.
Laporan resmi tentang runtuhnya Gedung pencakar langit WTC sebelumnya sudah disusun oleh komisi yang ditunjuk oleh pemerintah federal dan sejak itu didukung oleh publikasi lain.