WahanaNews.com, Parauapebas - Sembilan orang tewas akibat tersengat listrik di sebuah kamp di utara Brasil.
Kejadian ini terjadi saat pekerja yang memasang antena internet tidak sengaja menyentuh kabel listrik bertegangan tinggi, menyebabkan tiga karyawan dan enam warga tersengat listrik.
Baca Juga:
Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Dorong Sinergi Ekonomi Dua Negara
Laporan dari AFP, Senin (11/12/2023), menyebut bahwa insiden ini terjadi pada Sabtu (9/12/2023) dan juga memicu kebakaran besar di kamp yang didirikan oleh Gerakan Pekerja Tak Bertanah (MST) Brasil di luar kota Parauapebas.
Pemadam kebakaran negara bagian Para mengungkapkan bahwa gubuk-gubuk liar di sekitar lokasi juga ikut terbakar.
Komandan pemadam kebakaran setempat, Charles Catuaba, menjelaskan bahwa rumah-rumah dan gubuk-gubuk di kamp tersebut sangat berdekatan dan terbuat dari bahan yang mudah terbakar seperti kayu, atap jerami, dan beberapa menggunakan jerami sebagai insulasi.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia pada Energi Terbarukan
Kondisi ini menjadi pemicu utama kebakaran.
"Rumah-rumah dan gubuk-gubuk semuanya sangat berdekatan satu sama lain, dibangun dengan bahan yang sangat mudah terbakar -- kayu, atap jerami, bahkan beberapa di antaranya terbuat dari jerami sebagai insulasi. Hal itulah yang memicu kebakaran," katanya.
Pihak berwenang masih berusaha mengidentifikasi dua korban yang hangus terbakar.
MST, didirikan pada tahun 1984, merupakan gerakan sosial dan politik yang berjuang untuk akses tanah bagi masyarakat miskin di Brasil yang mengalami ketidaksetaraan yang signifikan.
Meskipun MST telah memperoleh popularitas, perampasan tanah yang mereka lakukan membuat gerakan ini menjadi kontroversial, dengan kritikus yang menuduhnya sebagai tindakan radikal.
Pihak berwenang masih berupaya mengidentifikasi sisa dua korban yang hangus terbakar.
Didirikan pada tahun 1984, MST adalah gerakan sosial dan politik yang memperjuangkan akses terhadap tanah bagi masyarakat miskin di Brasil yang sangat tidak setara.
Perampasan tanah yang dilakukan oleh mereka telah menjadikannya sangat kontroversial, dan para kritikus menuduhnya sebagai radikalisme.
MTS menyatakan bahwa sekitar 2.000 keluarga tinggal di kamp di luar Parauapebas, yang dikenal sebagai kamp 'Tanah dan Kebebasan'.
Joao Paulo Rodrigues, pemimpin MST, mengungkapkan bahwa "(Tragedi tersebut terjadi) karena masyarakat tidak memberikan peluang kepada keluarga-keluarga ini untuk memiliki tempat tinggal yang layak," dalam sebuah pernyataan.
Presiden sayap kiri, Luiz Inacio Lula da Silva, yang Partai Pekerjanya (PT) merupakan sekutu historis MST, telah mengirim menteri pembangunan pedesaan dan kepala badan reformasi pertanahan nasional Incra ke Para untuk memberikan dukungan.
Kantor Presiden Brasil menyatakan, "Pemerintah federal memberikan dukungan penuh kepada keluarga-keluarga yang menjadi korban tragedi ini," dalam sebuah pernyataan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]