WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, sebuah manuver militer dramatis terjadi pada Jumat malam saat pesawat-pesawat militer Turki dilaporkan mengintervensi langsung operasi udara Israel di langit Suriah.
Insiden yang mengguncang ini menandai salah satu aksi paling berani Ankara dalam menghadapi militer Zionis.
Baca Juga:
Oposisi Beri Izin, Mohammed Al-Bashir Jadi Pemimpin Pemerintahan Transisi Suriah
Menurut laporan yang beredar, pesawat Turki mengirimkan sinyal peringatan elektronik serta melakukan operasi pengacauan komunikasi guna mencegah jet-jet tempur Israel melanjutkan misi mereka di wilayah udara Suriah.
Aksi ini terjadi bersamaan dengan gelombang serangan udara baru yang dilancarkan Israel terhadap beberapa titik penting di wilayah Hama dan Damaskus.
“Pesawat Turki mengirimkan sinyal peringatan dan mengganggu jet tempur Israel agar mereka meninggalkan wilayah udara Suriah,” demikian pernyataan dari Otoritas Penyiaran Israel yang mengonfirmasi keterlibatan Turki dalam insiden tersebut.
Baca Juga:
Damaskus Diserbu, Lebih dari 50.000 Warga Suriah Selamatkan diri ke Lebanon
Tindakan Ankara ini datang hanya dua hari setelah Kementerian Luar Negeri Turki mengeluarkan kecaman keras terhadap aksi militer Israel di Suriah.
Dalam pernyataan resmi, kementerian menyampaikan: “Pada tahap yang sensitif ini bagi Suriah, merupakan tugas masyarakat internasional untuk berkontribusi dalam membangun keamanan dan stabilitas di Suriah.”
Pernyataan itu dilanjutkan dengan desakan kepada Israel: “Israel harus mengakhiri serangan udaranya, yang merusak upaya menuju persatuan dan integritas teritorial Suriah.”
Di lapangan, serangan udara Israel menelan korban jiwa. Kantor berita pemerintah Suriah, SANA, melaporkan bahwa seorang warga sipil tewas dan beberapa lainnya luka-luka dalam serangan di pinggiran Harasta dan kota al-Tall, wilayah dekat ibu kota Damaskus.
Ketegangan kian memuncak ketika sebuah helikopter militer Israel dilaporkan mendarat sebentar di wilayah Suwayda, Suriah selatan, sebelum kembali mengudara tanpa alasan jelas. Informasi ini diperoleh dari beberapa sumber kepada Al Jazeera, Minggu (4/5/2025).
Merespons tuduhan tersebut, militer Israel mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah menargetkan baterai antipesawat serta infrastruktur rudal permukaan-ke-udara milik Suriah, dengan dalih, “Kami akan terus bertindak sebagaimana diperlukan untuk melindungi warga negara Israel.”
Namun, serangan paling sensitif secara politik terjadi sehari sebelumnya, di dekat Istana Presiden Suriah di Damaskus.
Dalam pernyataan bersama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menyebut serangan itu sebagai “Pesan peringatan kepada pemerintah Suriah.”
Keduanya juga menegaskan, “Kami tidak akan mentoleransi pengerahan pasukan di selatan Damaskus atau ancaman terhadap komunitas Druze.”
Meski Israel berusaha menampilkan diri sebagai pelindung kelompok Druze di Suriah, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Dalam serangan udara Israel di provinsi Suwayda, empat warga Druze dilaporkan tewas. Tragedi ini memicu kecaman luas, mengingat Israel sebelumnya menyatakan bahwa, “Kami hadir untuk melindungi komunitas Druze dari ancaman di Suriah.”
Namun, para pemimpin Druze justru merilis video pernyataan yang menolak narasi tersebut. Dalam video itu mereka menegaskan bahwa mereka setia kepada negara Suriah yang bersatu, dan menolak seruan untuk perpecahan atau pemisahan diri.
Sementara itu, situasi sosial juga turut memanas setelah beredarnya sebuah rekaman audio yang diduga menghina Nabi Muhammad SAW, yang dikaitkan dengan anggota komunitas Druze.
Meski rekaman itu diduga rekayasa, dampaknya nyata.
Terjadi bentrokan berdarah antara milisi Sunni dan Druze di wilayah Ashrafieh Sahnaya dan Jaramana, pinggiran Damaskus. Pemerintah Suriah kini tengah melakukan operasi untuk memulihkan ketertiban dan keamanan.
Melihat perkembangan ini, Turki tampaknya mengambil langkah lebih tegas. Ankara dilaporkan mempertimbangkan untuk mengirim pasukan dan sistem pertahanan udara ke titik-titik strategis seperti pangkalan udara T4 dan Hama, yang sebelumnya menjadi sasaran serangan Israel.
Bagi Israel, kehadiran militer Turki ini merupakan ancaman langsung terhadap rencana jangka panjang mereka.
“Meningkatnya pengaruh militer Turki berpotensi menggagalkan strategi Israel untuk menguasai wilayah Suriah pasca-rezim Assad,” ungkap sebuah sumber.
Dengan dinamika yang terus berkembang, bentrokan terbuka antara dua kekuatan besar regional kini bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan bayangan nyata yang terus membayangi langit Timur Tengah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]