WahanaNews.co | Kejaksaan Turki mulai mengusut dugaan penghinaan terhadap Presiden
Recep Tayyip Erdogan oleh politikus sayap kanan Belanda, Geerts
Wilders.
Hal itu dilakukan setelah Erdogan
melaporkan perbuatan Wilders kepada kejaksaan setempat pada 27 Oktober 2020
lalu.
Baca Juga:
Syekh Puji Muncul Lagi, Polisikan Eko Kuntadhi Gegera Tak Terima Disebut Predator Seks
Saat itu, Wilders menyebut Erdogan
sebagai teroris dalam cuitan melalui Twitter.
Dia juga mendesak Perdana Menteri
Belanda, Mark Rutte, mengusir duta besar Turki dari negara itu.
Selain itu, Wilders mendesak supaya
Turki didepak dari keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Baca Juga:
Meski Belasan Laporan Dicabut, Kasus 'Bajingan Tolol' Rocky Gerung Tetap Lanjut
Kejaksaan Turki di Ankara langsung
mengusut cuitan Wilders, termasuk unggahan foto dan tulisan yang diduga
menghina Erdogan.
Cuitan Wilders juga menuai kecaman
dari petinggi Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) yang sedang berkuasa.
"Tokoh fasis yang menghina presiden kami mungkin akan bernasib sama jika
dia hidup saat masa Perang Dunia II. Jika dia tinggal di Timur Tengah,
kemungkinan dia akan dihabisi ISIS," kata juru bicara AKP, Omer Celik,
dalam cuitan di Twitter, seperti
dilansir Reuters yang mengutip kantor
berita Anadolu Agency, Selasa (16/2/2021).
Rutte mengkritik langkah Turki
menyeret masalah itu ke ranah hukum. Sebab menurut dia, Wilders berhak
menyampaikan pendapat.
Pada tahun lalu, Erdogan juga
menggugat Wilders terkait unggahan kartun mirip wajahnya yang kemudian diberi
label teroris.
Selain itu, Wilders juga diperkarakan
karena mengunggah gambar sebuah kapal berbendera Turki yang karam.
Wilders adalah Ketua Partai Kebebasan
Belanda. Dia menjadi salah satu politikus sayap kanan terkemuka di Eropa.
Meski belum pernah masuk ke dalam
pemerintahan, wacana Wilders tentang kebijakan imigrasi memicu perdebatan
hangat di Negeri Kincir Angin.
Bukan kali ini saja pernyataan Wilders
harus berakhir di meja hijau.
Pada 2011 silam, dia dinyatakan tidak
bersalah setelah digugat karena menyatakan ajaran Islam mirip dengan Nazi
Jerman dan mengajak melarang Al-Qur'an di Belanda.
Pada September 2020 lalu, pengadilan
membebaskan Wilders dari gugatan soal diskriminasi ras, tetapi dinyatakan
bersalah karena dia terbukti dengan sengaja menghina bangsa Maroko. [dhn]