“Anak yang paling banyak mengalami stunting atau secara tinggi badan kurang, secara IQ kurang ternyata di usia di atas 6 tahun. Anak sampai usia 6 bulan jarang mengalami stunting karena ada makanan terbaiknya ASI. Namun setelah usia itu, anak harus diberi makanan tambahan,” jelasnya.
Nadia juga mengingatkan agar seorang ibu selalu memeriksakan secara rutin pertumbuhan anak dengan cara membawa ke posyandu untuk mengetahui berat badan dan tinggi badan anak.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Pada seminar itu, dr. Nadia juga menyampaikan bahwa stunting sebenarnya merupakan permasalahan gizi kronik atau yang sudah lama dan terus-menerus. Bukan tiba-tiba anak hari ini jadi stunting.
“Akibat kekurangan gizi yang kadang tercukupi, kadang kurang, kadang cukup. Nah lama-lama anak adi stunting. Akhirnya setelah dewasa, pertumbuhannya tidak sesuai dengan harapan orang tua,” ungkap Nadia.
Nah, sebagai kader Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dr Nadia berpesan jika menemukan balita atau anak dengan status pertumbuhan naik yakni memberikan pujian kepada ibu yang telah membawa balitanya ke posyandu dan sampaikan bahwa kenaikan berat badan balita merupakan keberhasilan ibu mengasuh balita.
Baca Juga:
Kemenkes: Dampak Pestisida Sistemik pada Anggur Muscat Bisa Bertahan Meski Dicuci
“Berikan umpan balik untuk mempertahankan kondisi balita dan nasehat tentang pemberian makan sesuai rekomendasi menurut usianya. Lalu anjurkan untuk datang kembali pada penimbangan berikutnya,” tambahnya.
Sebaliknya jika menemukan balita dengan status pertumbuhan tidak naik dan di bawah garis merah yaitu menanyakan dan mencatat keadaan balita bila ada keluhan seperti batuk, diare, panas, rewel, dan lain sebagainya, termasuk kebiasaan makan balita dan hal lainnya seperti faktor lingkungan dan sosial.
Kepada ibu pemilik balita, seorang kader PKK juga harus memberikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa menyalahkan ibunya.