WahanaNews.co | Dokter memperingatkan bahwa asupan gula berlebihan dari makanan atau minuman dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Dokter spesialis gizi klinik, dr. Ida Gunawan, SpGK menjelaskan bahwa mengonsumsi gula diperbolehkan selama masih dalam kadar yang ditentukan badan kesehatan dunia (WHO).
Baca Juga:
Kasus Izin Impor Gula, Kejagung Periksa Sekretaris Mendag Era Tom Lembong
"Kalau yang dipakai sebatas yang dianjurkan, artinya tubuh mengizinkan. Tapi, yang bermasalah kalau berlebihan. Maka artinya gula dengan kalori cukup besar itu menumpuk kalori. Risikonya apa, tentu berat badan naik," ujar dokter Ida.
Dokter Ida menjelaskan lebih jauh bahwa kelebihan kalori juga berdampak pada peningkatan gula darah yang berkaitan dengan insulin. Pada akhirnya, insulin yang terganggu bisa berdampak pada masalah kesehatan seluruh tubuh mulai dari diabetes hingga penyakit jantung.
"Meningkatkan gula darah tentu kaitan dengan insulin, hati-hati obesitas dan ikut meningkatkan insulin lebih rentan karena bukan hanya dampak diabetes tapi metabolik sindrom," tambahnya.
Baca Juga:
Simak Cata Menghidari Diabetes di Usia Muda
Apabila tubuh kelebihan gula, biasanya memberi tanda yang khas namun kerap diabaikan. Pada anak misalnya, kebanyakan konsumsi gula akan cenderung membuatnya terlalu aktif bergerak atau dikenal dengan sugar rush.
"Gula berlebihan bisa masuk lewat metabolisme tubuh yang menjadi radikal oksidasi. Sifat racun itu memengaruhi impuls ke otak, kadang pada anak berkebutuhan khusus bisa sugar rush," jelasnya lagi.
Hal itu pun sama dampaknya pada orang dewasa, bahkan lebih berbahaya karena menyebabkan tubuh mudah sakit hingga depresi. Sebab, gula memengaruhi kehidupan bakteri baik di usus yang terganggu oleh asupan gula berlebihan.
"Mikrobiota di usus kita ikut terganggu dengan gula berlebihan, padahal kelompok makhluk itu berperan untuk sistem imun dan ikut menimbulkan impuls ke otak, kita jadi gampang cemas dan depresi. Makanya, badan kesehatan dunia sudah bilang batasi gula," jelasnya.
Ada pun, jenisnya yang cukup sering dipakai masyarakat terdiri dari gula pasir, gula aren, dan gula batu.
Dijelaskan dokter Ida, gula pasir memang memiliki indeks glikemik lebih tinggi dibanding gula aren.
Artinya, mengonsumsi gula pasir berarti mempercepat kenaikan kadar gula darah di tubuh dibanding saat konsumsi gula aren.
"Gula aren punya indeks glikemik lebih rendah. Indeks glikemik ini artinya angka seberapa cepat kadar gula darah naik setelah makan makanan itu. Gula aren dikatakan indeks glikemik kategori rendah kira-kira 30-50. Artinya lebih baik ya karena lebih rendah," jelasnya.
Akan tetapi, dokter Ida menekankan bahwa muatan kandungan manis di gula aren sama tingginya dengan jenis gula lain.
Meski tidak cepat menaikkan kadar gula darah, namun gula aren pun memiliki kandungan manis yang sama tingginya dengan roti putih, gula pasir, hingga gula batu. Terlebih, jenis gula batu juga memiliki kalori tinggi sehingga dampak kesehatan dari berbagai jenis gula pada dasarnya sama saja.
"Gula batu itu kristalisasi dari air gula artinya kandungan kalori lebih padat dari gula tadi. Jadi, dari penelitian dikatakan bahwa 100 gram gula batu kalori lebih besar dari gula pasir," ungkapnya.
Maka, merujuk WHO dan Kementerian Kesehatan Indonesia yang memberi rekomendasi asupan gula sebanyak 50 gram atau 4 sendok makan sehari.
Biasanya, asupan ini sudah terpenuhi dalam makanan sehari-hari sehingga tambahan minuman manis akan memperberat kadar kalori di dalamnya.
"Dianjurkan gula alami dari makanan seperti buah-buahan. Jangan sedikit-sedikit tambahan gula karena banyak gula tersembunyi misal dari makanan penutup dari kue, atau es campur. Gula mana lebih sehat sebetulnya balik lagi ke makanan alam," tutupnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]