Dalam audiensi tersebut, Melki memastikan perlindungan serta kepastian hukum bagi tenaga kesehatan dalam RUU Kesehatan.
Ia mengatakan, di UU eksisting saat ini profesi dokter sangat rentan terhadap kekerasan maupun kriminalisasi dalam menjalankan praktik sehari-hari.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Reformasi di Bidang Pelayanan
“RUU ini justru semakin memperkuat perlindungan nakes. Kami mendorong agar Nakes mendapatkan pengamanan dari segi hukum agar tidak gampang dikriminalisasi. Kalau ada kejadian kekerasan, serahkan terlebih dahulu ke teman-teman internal kesehatan. Ada berbagai majelis yang dipercaya untuk menegakkan disiplin etik. Proses itu harus didahulukan sebelum masuk pada proses hukum. Jadi, kami mendorong ke arah sana,” ungkap Melki.
Melki menegaskan, dokter dan tenaga kesehatan tidak boleh dihantui rasa takut dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, RUU Kesehatan akan memperkuat perlindungan hukum bagi dokter dan nakes.
“Sekali lagi urusan kesehatan itu, yaitu kecepatan penananganan. Apabila nakes kita tidak dilindungi justru mereka akan takut bertindak, jika tidak cepat ditangani maka pasien akan banyak yang meninggal, nah itu yang kita beri ruang bagi nakes,” ujarnya.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Dapat Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Selain itu, Melki juga memastikan seleksi terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA yang berpraktik di Indonesia harus Ketat.
Ia mengatakan, standar kompetensi tenaga medis atau dokter WNA harus sesuai dengan standar kompetensi dokter di Indonesia, termasuk kemampuan wajib berbahasa Indonesia. Ia menuturkan, dokter harus bisa berkomunikasi dengan pasien untuk menghindari kejadian salah diagnosa.
“Kami di Komisi IX dan Pemerintah tegaskan bahasa Indonesia itu wajib. Jadi siap saja tenaga kesehatan yang masuk wajib memahami dan mengetahui bahasa Indonesia, karena dia harus konsultasi dengan pasien. Bagaimana dokter tidak mampu berbahasa indonesia dengan baik, bisa memberikan diagnosis yang tepat pada pasien,” katanya.