WahanaNews.co | Usai diterpa isu tak sedap terkait keterkaitan bisnis PCR, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, akhirnya buka suara.
Luhut sebelumnya disebut-sebut meraup keuntungan besar dari bisnis penyediaan alat tes Covid-19, seperti polymerase chain reaction (PCR) dan antigen.
Baca Juga:
Menko Luhut: Terbukti Terima Duit, Saya Mundur!
Keuntungan yang ia dapatkan berasal dari hasil investasi sahamnya di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Bisnis utama dari PT GSI memang menyediakan tes PCR dan swab antigen.
Sebagai pemain besar, PT GSI bahkan bisa melakukan tes PCR sebanyak 5.000 tes per hari.
Baca Juga:
Dituding Terlibat Bisnis PCR, Menko Luhut Siap Diaudit
Laboratorium berkapasitas besar milik PT GSI didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020.
Sejumlah pengusaha besar patungan untuk membuat PT GSI.
Nama pejabat Istana lain yang namanya dikaitkan dalam kepemilikan saham di PT GSI adalah Menteri BUMN, Erick Thohir.
Di mana ada Yayasan Adaro yang ikut menjadi pemegang saham.
Adaro adalah raksasa tambang batubara milik Garibaldi Thohir, yang tak lain merupakan kakak Erick Thohir.
Selain Toba Sejahtera dan Adaro, pemegang saham lainnya adalah Grup Indika milik Arsjad Rasjid, yang kini menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) periode 2021-2026.
Luhut Membantah
Luhut menegaskan bahwa ia tak pernah sedikit pun mengambil keuntungan dari bisnis tersebut.
Bahkan, perusahaan PT GSI banyak berperan dalam menyediakan tes PCR gratis untuk membantu masyarakat.
"Saya ingin menegaskan beberapa hal lewat tulisan ini. Pertama, saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia," kata Luhut, melalui keterangan yang diunggah pada akun Facebook dan Instagram-nya, dikutip pada Jumat (5/11/2021).
"Hingga saat ini tidak ada pembagian keuntungan baik dalam bentuk dividen maupun dalam bentuk lain kepada pemegang sahamnya," kata dia lagi.
Luhut bilang, saat ini banyak informasi simpang siur terkait bisnis PCR PT GSI yang sebagian sahamnya dimiliki perusahaannya, TOBA.
Terlebih, bisnis PCR perusahaan itu kemudian dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan PCR untuk pengguna moda transportasi.
Sehingga, Luhut harus menjelaskan langsung ke publik.
"Namun, saya berkesimpulan harus menjelaskan dengan detail sesuai fakta yang ada dikarenakan ada disinformasi yang efeknya tidak hanya menimbulkan kegaduhan tetapi juga memunculkan ketakutan bagi mereka yang punya niat tulus dan semangat solidaritas tinggi untuk melihat negeri ini bangkit lalu pulih dari pandemi," sambung dia.
Luhut bilang, keuntungan dari PT GSI banyak digunakan untuk memberikan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu serta tenaga kesehatan, termasuk di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet.
Ia menjelaskan, pada masa awal pandemi pada tahun 2020, Indonesia masih terkendala dalam hal penyediaan tes Covid-19 untuk masyarakat.
Melalui GSI inilah tes Covid-19 disediakan.
Namun, penyediaan tes tersebut tentunya tidak gratis.
Maka dari itu, dia beserta rekan-rekan pengusaha dari Indika Group, PT Adaro Energy Tbk, serta Northstar, mengajak untuk membiayai penyediaan tes dari hasil keuntungan mereka.
Luhut sendiri membiayai penyediaan tes Covid-19 melalui PT Toba Bumi Energi, yang di dalamnya terdapat 10 persen saham miliknya.
Ia menegaskan, GSI tidak bertujuan untuk mencari keuntungan bagi para pemegang saham.
"Sesuai namanya, Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial sehingga tidak sepenuhnya bisa diberikan secara gratis," ungkap Luhut.
"Partisipasi yang diberikan melalui Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan yang diinisiasi oleh rekan-rekan saya dari Grup Indika, Adaro, Northstar, dan lain-lain yang sepakat bersama-sama membantu penyediaan fasilitas tes Covid-19 dengan kapasitas yang besar," jelas dia.
Bantuan tersebut, kata Luhut, telah terbuka sejak awal dilakukan.
Dia pun menjelaskan alasan tidak menggunakan nama yayasan seperti yang dilakukan oleh Adaro dan Indika Group.
"Kenapa saya tidak menggunakan nama yayasan? Karena memang bantuan yang tersedia berada dari perusahaan. Dan memang tidak ada yang saya sembunyikan di situ," ujar Luhut.
Profil PT GSI
Bisnis utama dari PT GSI yakni menyediakan tes PCR dan swab antigen.
Sebagai pemain besar, PT GSI bahkan bisa melakukan tes PCR sebanyak 5.000 tes per hari.
Lab milik PT GSI bahkan terbilang sangat modern.
Perusahaan ini membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+.
Laboratorium GSI Lab ini dirancang untuk dapat memberikan pelayanan tes PCR yang tidak hanya berskala masif, tetapi juga memberikan hasil tes yang lebih cepat.
Selain membuka jasa layanan PCR dan antigen di lokasi laboratoriumnya di Cilandak, Jakarta Selatan, PT GSI juga menawarkan layanan datang ke rumah atau kantor (home service) untuk perusahaan maupun konsumen perorangan.
Selain Cilandak, bisnis pemeriksaan PCR dan antigen milik PT GSI juga tersebar di lokasi lainnya seperti Bintaro Tangerang, Kuningan Jakarta Selatan, Cengkareng, dan Depok.
Dikutip dari laman resmi GSI Lab, biaya tes swab PCR di PT GSI ditetapkan sebesar Rp 275.000.
Harga ini sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah terkait batas tertinggi harga tes PCR.
Dengan tarif sebesar itu, hasil tes PCR bisa keluar di hari yang sama atau kurang dari 24 jam.
Bahkan, PT GSI bisa menerbitkan hasil tes PCR dalam waktu 12 jam.
Operasional GSI Lab juga tanpa libur selama tujuh hari, dari Senin sampai Minggu, dengan jam operasional dari pukul 08.00 - 21.00 WIB.
Masih menurut laman resmi GSI Lab, perusahaan ini mengklaim sudah memiliki lebih dari 1.000 klien dari berbagai perusahaan.
Alasan Luhut soal Wajib PCR saat Bepergian
Pada saat evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Luhut mewajibkan pemakaian tes RT-PCR untuk semua moda transportasi.
Hal ini diputuskan karena tingginya mobilitas yang terjadi di wilayah Jawa dan Bali saat PPKM mulai direlaksasi.
"Pemberlakuan aturan PCR yang diberlakukan kemarin karena saya melihat adanya peningkatan risiko penularan akibat peningkatan mobilitas di Jawa, Bali dan penurunan disiplin protokol kesehatan," kata dia.
Dia bahkan mendorong agar harga tes PCR bisa diturunkan sehingga dapat terus menjangkau masyarakat yang membutuhkan.
"Pun ketika kasus menurun awal September lalu, saya juga yang meminta agar penggunaan antigen dapat diterapkan pada beberapa moda transportasi yang sebelumnya menggunakan PCR sebagai persyaratan utama," ujar Luhut.
Tidak Ambil Untung
Sebelumnya, melalui Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, Luhut mengklaim tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT GSI.
"Sampai saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham," ungkap Jodi.
Jodi juga menjelaskan bahwa Luhut hanya memiliki saham kurang dari 10 persen di Toba Bumi Energi, anak perusahaan Toba Bara Sejahtera yang ikut menggenggam saham di PT GSI.
Jodi menyebut, ada 9 pemegang saham berinvestasi di GSI.
"Jadi, Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi," imbuh dia.
Ia berujar, soal kenapa perusahaan Luhut ikut patungan membentuk PT GSI, hal itu semata dilakukan untuk tujuan sosial, bukan mengejar keuntungan bisnis.
"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI," beber Jodi.
Sebaliknya, lanjut Jodi, melalui PT GSI pula, Luhut memiliki banyak sumbangsih dalam memberikan tes swab gratis untuk membantu pemerintah.
Jodi bilang, pada masa-masa awal pandemi tahun 2020, Indonesia masih terkendala dalam hal penyediaan tes Covid-19 untuk masyarakat.
"Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan," kata Jodi.
Lebih lanjut, Jodi meluruskan soal alasan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan.
Ia berkata, aturan itu dibuat untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 di tengah peningkatan mobilitas masyarakat.
Kebijakan wajib PCR dari pemerintah tersebut tak bisa disangkut-pautkan dengan pejabat negara yang memiliki perusahaan layanan penyedia PCR.
"Perlu disadari bahwa kebijakan test PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru ya. Data dari kami menunjukkan tingkat mobilitas, di Bali misalnya, sudah sama dengan Nataru tahun lalu," ucapnya. [qnt]