WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah derasnya arus informasi digital, otak manusia kini bekerja lebih intens daripada sebelumnya.
Setiap hari, kita dihadapkan pada rangsangan visual, suara, dan emosi yang datang dari media sosial, notifikasi gawai, tekanan pekerjaan, hingga tugas sekolah atau kuliah.
Baca Juga:
Hati-hati! Antibiotik Bisa Picu Obesitas dan Gangguan Otak
Walaupun otak memiliki kemampuan adaptif yang luar biasa, paparan informasi yang terus-menerus terutama yang berulang dapat menyebabkan kelelahan saraf atau neural fatigue.
Kondisi ini membuat seseorang mengalami keletihan mental, kesulitan fokus, kehilangan semangat, dan mudah lupa.
Apa Itu Neural Fatigue dan Bagaimana Dampaknya?
Baca Juga:
Stroke Hemoragik Renggut Nyawa Suami Najwa Shihab, Ini Penyebab dan Risikonya
Neural fatigue terjadi ketika sel-sel saraf di otak kelelahan akibat memproses terlalu banyak informasi dalam waktu lama tanpa istirahat yang memadai.
Secara biologis, neuron memerlukan waktu untuk mengisi ulang energi listrik dan kimia yang digunakan selama berpikir dan memproses data.
Dikutip dari Miranda Physio Steps, neural fatigue digambarkan sebagai kondisi yang ditandai dengan kelelahan mental, menurunnya kemampuan berkonsentrasi, dan meningkatnya sensitivitas emosional.
Kondisi ini sering muncul akibat penggunaan gawai yang berlebihan, aktivitas multitasking, atau rutinitas digital seperti pertemuan online yang tiada henti.
Ketika paparan ini terjadi secara berulang, neurotransmitter seperti dopamin dan norepinefrin yang berperan penting dalam perhatian dan motivasi menjadi menurun.
Akibatnya, kita merasa otak seakan ‘macet’, padahal tubuh tidak merasa lelah secara fisik.
Sumber Pemicu Neural Fatigue dalam Hidup Sehari-hari
Berbagai pemicu neural fatigue sering kali tersembunyi dalam rutinitas kita: notifikasi berulang, tugas yang monoton, pertemuan daring dengan pola yang sama, hingga konsumsi konten seragam di media sosial.
Bahkan mendengarkan lagu yang sama berulang kali atau melihat iklan digital yang terus muncul dapat menjadi beban tambahan yang menumpuk dalam sistem saraf.
Tanpa disadari, otak kita terus-menerus menyaring dan menentukan informasi mana yang harus diperhatikan.
Proses ini menguras energi kognitif yang besar dan dapat mempercepat terjadinya kelelahan.
Dampak Jangka Panjang dan Cara Mengantisipasinya
Jika tidak segera ditangani, neural fatigue dapat berdampak serius terhadap kualitas hidup. Selain menurunkan produktivitas dan kemampuan berpikir, kelelahan saraf juga dapat memicu stres berkepanjangan, gangguan tidur, bahkan burnout.
Kelelahan saraf dapat menimbulkan efek yang mendalam dan bertahan lama pada kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat mengakibatkan:
- Kehilangan memori
- Berkurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar
- Gangguan kognitif
- Manifestasi emosional dari kelelahan.”
Untuk mengatasinya, kita perlu secara sadar memberikan waktu pemulihan bagi otak.
Beberapa langkah yang direkomendasikan antara lain mengurangi waktu layar (digital detox), melakukan aktivitas ringan dan berulang seperti berjalan kaki tanpa gawai, memberi jeda antara tugas, tidur cukup, serta berlatih mindfulness seperti meditasi pernapasan.
Mengenali batas kapasitas otak dan menghindari kebiasaan multitasking yang berlebihan menjadi penting agar kesehatan mental tetap terjaga.
Neural fatigue bukanlah sekadar istilah tren atau dalih bermalas-malasan. Ini adalah kondisi nyata yang mencerminkan beban berlebih pada sistem saraf akibat kurangnya istirahat dari paparan informasi.
Di era percepatan digital, menjaga kebugaran otak menjadi bagian penting dari kesehatan holistik.
Melambat sejenak, menyaring informasi, dan sadar dalam menggunakan teknologi bisa menjadi langkah cerdas untuk mempertahankan kejernihan berpikir, ketahanan mental, dan kesejahteraan jangka panjang.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]