WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di usia 93 tahun, Lee Gil-ya kembali menarik perhatian publik Korea Selatan.
Ia bukan hanya tampil bugar dan awet muda, tetapi juga menunjukkan ketajaman pikiran dan semangat hidup yang luar biasa.
Baca Juga:
Meski Tertutup, Korea Utara Tetap Bisa Dipantau Media Korea Selatan
Namanya menjadi sorotan setelah video dari Universitas Gachon di Seongnam, tempat ia menjabat sebagai rektor, menjadi viral di media sosial. Dalam video itu, Lee berbicara lugas mengenai kecerdasan buatan (AI).
Warganet terpukau, bukan hanya oleh isi pemaparannya, tapi juga oleh penampilannya yang jauh dari kesan lansia.
Pada 2023, ia bahkan ikut menari bersama para mahasiswa di festival kampus, disambut sorak-sorai penonton.
Baca Juga:
Korea Selatan Ubah Haluan: Tinggalkan F-35B, Bangun Armada Drone Tempur di Atas Kapal Induk
Namun, sosok Lee Gil-ya lebih dari sekadar perempuan yang terlihat muda di usia lanjut. Ia adalah pelopor di bidang kesehatan, dermawan besar, dan pendidik yang mengabdikan hidup untuk sesama.
Pada 2013, majalah Forbes menobatkannya sebagai salah satu dari 48 pahlawan filantropi di Asia.
Rahasia Gaya Hidup yang Konsisten
Dalam wawancara dengan media Korea, Lee mengungkapkan bahwa rahasianya bukanlah resep rahasia, melainkan rutinitas sederhana yang dilakukan secara konsisten.
Ia menghindari alkohol dan rokok, memilih teh daripada kopi, dan rutin minum air putih sebanyak 1,5 liter per hari.
Di kamar tidurnya, pelembap udara terus menyala untuk menjaga kelembapan kulit.
Ia juga menjalani perawatan laser secara berkala dan berusaha menjaga pikirannya tetap tenang. “Hindari stimulan dan jangan terlalu stres,” kata Lee.
Dedikasi Sejak Muda
Keputusan Lee untuk menjadi dokter berasal dari pengalaman masa kecilnya melihat banyak orang miskin meninggal karena tak mampu mendapatkan pengobatan.
Ia menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Nasional Seoul, lalu melanjutkan studi ke Jepang dan Amerika Serikat.
Pada 1958, ia membuka klinik kebidanan dengan prinsip unik: pasien tidak harus membayar uang muka.
Perhatiannya kepada pasien sangat tinggi, bahkan ia menghangatkan stetoskop dengan suhu tubuhnya agar pasien merasa nyaman.
Ia juga sering berpesan kepada para dokter muda, “Rawatlah pasien dengan hati dan praktikkan kedokteran dengan kasih sayang.”
Mendirikan Rumah Sakit dan Universitas
Pada 1978, Lee mendirikan Rumah Sakit Gil. Tak berhenti di situ, di usia 65 tahun, ia membangun Sekolah Kedokteran Gachon, tempat para mahasiswa bisa belajar dan tinggal tanpa biaya.
Ia kemudian memimpin Universitas Gachon yang lahir dari penggabungan sejumlah institusi pendidikan.
Kini, ia mengetuai yayasan kepentingan publik terbesar di Korea Selatan.
Beberapa kontribusinya antara lain operasi jantung gratis untuk ratusan anak dari 17 negara, serta pemeriksaan kanker serviks gratis bagi perempuan dari keluarga tidak mampu.
Pilihan Hidup yang Berbeda
Lee memilih untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak. Namun, ia tidak merasa kehilangan.
“Pasien dan murid-murid saya adalah suami dan anak-anak saya,” ujarnya.
Pilihan hidup ini sangat tidak lazim di zamannya, tetapi justru menjadi sumber inspirasi.
Ia menentang norma sosial dan membuktikan bahwa pengabdian bisa dilakukan dengan sepenuh hati.
Warganet pun ramai mengomentari kisahnya.
Salah satu menulis, “Orang yang hidup tanpa pamrih akan selalu tampak muda, baik raga maupun jiwanya.”
Yang lain berkata, “Lee Gil-ya membuktikan bahwa hidup tidak harus mengikuti pakem. Ia memilih jalan yang sulit, namun itulah yang membuatnya besar dan bermakna.”
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]