Turunnya penghasilan secara drastis dan membuat semakin miskin, ternyata mempengaruhi perilaku perokok si miskin. Sebesar 21,2 persen responden menurunkan pengeluaran rokok-nya di masa pandemi, meski hal ini tidak selalu berimplikasi pada turunnya konsumsi rokok.
Baca Juga:
Setuju Larangan Penjualan Rokok Ketengan, YLKI: Instrumen untuk Mengurangi Kemiskinan
"Mereka diantaranya mengaku pada masa pandemi beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah. Berpindah ke rokok murah membuat perokok miskin mempertahankan kuantitas konsumsi rokoknya dengan pengeluaran yang lebih rendah," tutur Yusuf.
Krisis tidak mampu membuat si miskin mengurangi konsumsi rokok-nya, terlebih berhenti darinya. Di tengah kondisi ekonomi yang kian terpuruk pun, perokok miskin tetap keras berusaha untuk dapat terus merokok.
Baca Juga:
Layak Dicoba! Tips Sukses Bisnis Arang Rumahan Omzet Ratusan Juta
"Terhempas pandemi, pengeluaran rokok rata-rata keluarga miskin turun hingga 10 persen, dari Rp 406 ribu menjadi Rp 364 ribu per bulan. Meski secara nominal turun, namun secara riil beban pengeluaran rokok keluarga miskin tidak menurun antara sebelum dan saat pandemi," ungkap Yusuf.
Dia menambahkan bahwa proporsi pengeluaran rokok pada pengeluaran utama keluarga miskin tidak berubah di kisaran 15 persen, baik sebelum maupun saat pandemi. Krisis tidak membuat keluarga miskin mengurangi beban pengeluaran rokok-nya.