David menduga BPOM tidak melakukan post-market control secara aktif dengan melakukan pengujian obat secara berkala bahkan sejak registrasi pengujian obat diberikan kepada perusahaan farmasi.
Padahal, lanjut David, BPOM RI memiliki kewenangan pengawasan obat dan makanan sehingga tindakan BPOM RI untuk melimpahkan post-market control kepada perusahaan farmasi adalah keliru dan tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Profesionalitas karena pengujian produk sirup obat sebagai sediaan farmasi merupakan kompetensi atau kewenangan mutlak dari BPOM RI.
Baca Juga:
Pimpin Ekspose Hasil Pengawasan Distribusi MINYAKITA, Mendag Busan: Pelaku Usaha Jangan Permainkan Harga
David meminta secara tegas BPOM melakukan pengujian seluruh produk yang telah dikeluarkan izin edar secara mandiri termasuk mengumumkan kembali hasil-hasil uji produk sirup obat yang dilakukan oleh BPOM bukan hasil pengujian oleh produsen obat.
"Menuntut BPOM RI meminta maaf kepada konsumen di Indonesia," tutup David.
Belum ada pernyataan dari BPOM terkati somasi ini.
Baca Juga:
Darurat Perlindungan Konsumen, KRT Tohom Purba Desak Reformasi Regulasi
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengakui pihaknya selama ini tidak melakukan pemeriksaan rutin terhadap adanya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop.
Penny menyebut hal itu terjadi lantaran menurutnya hingga saat ini, belum ada pakem internasional yang mengharuskan dan mengatur soal pemeriksaan kedua senyawa itu dalam komponen pembuatan obat.
"Itulah kenapa kita tidak pernah menguji karena memang belum dilakukandi dunia internasional pun. Inilah standar yang harus kita kembangkan sekarang sehingga menjadi bagian dari sampling rutin dari BPOM," kata Penny di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/10).