Meskipun vape tidak mengandung tembakau, hal ini tidak serta-merta menjadikannya lebih aman. Banyak senyawa dalam vape yang bersifat toksik dan bisa memicu penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, hingga emfisema.
Bahkan, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa kerusakan paru akibat vape bisa muncul dalam waktu kurang dari satu tahun.
Baca Juga:
Lebih dari Hiburan, Konser Bagi Gen Z Adalah Investasi Emosional
Efek samping penggunaan vape mencakup iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, pusing, dan mual.
Sebagian pengguna bahkan mengalami kondisi serius seperti EVALI (E-cigarette or Vaping Product Use-Associated Lung Injury), yang menjadi bukti nyata risiko kesehatan dari vape.
Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa vape lebih aman daripada rokok tembakau. Salah satu kekhawatiran besar adalah bagaimana vape memicu budaya merokok di kalangan anak-anak dan remaja. WHO bahkan telah menyerukan pelarangan penggunaan vape bagi anak, remaja, dan ibu hamil.
Baca Juga:
Investor Qatar Akan Bangun 1 Juta Rumah di Kalibata untuk Gen Z dan Milenial
Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 juga menunjukkan tren peningkatan perokok usia 10–18 tahun, dari 7,20% pada 2013 menjadi 9,10% pada 2018.
Kesimpulannya, baik vape maupun rokok konvensional sama-sama berbahaya. Menjauhi keduanya adalah langkah terbaik untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.