WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance menegaskan dirinya tidak peduli jika serangan mematikan terhadap kapal yang diduga milik geng narkoba Venezuela disebut sebagai kejahatan perang.
Pemerintahan Trump kini berada di bawah sorotan publik setelah melakukan operasi militer pada Senin (2/9/2025) yang menewaskan 11 orang di sebuah kapal yang dituding membawa narkoba dan terkait dengan kelompok kriminal Tren de Aragua.
Baca Juga:
SEAL Team 6 Tembak Mati Awak Kapal Korut, Trump: Saya Baru Dengar Sekarang
Pakar hukum, mantan pejabat keamanan nasional, hingga Partai Demokrat menyoroti langkah Presiden Donald Trump yang dinilai melampaui kewenangannya karena menyerang di perairan internasional tanpa proses hukum bagi orang-orang di dalam kapal.
Vance membela serangan itu dengan menyatakan bahwa membunuh anggota kartel yang meracuni warga AS adalah “penggunaan tertinggi dan terbaik dari militer kita.”
Namun pernyataannya langsung dibalas keras oleh Brian Krassenstein, aktivis media sosial, yang menegaskan “membunuh warga negara lain yang merupakan warga sipil tanpa proses hukum disebut sebagai kejahatan perang.”
Baca Juga:
Trump Berencana Ganti Nama Departemen Pertahanan Jadi Departemen Perang
Menanggapi itu, Vance kembali menulis dalam unggahan di X pada Sabtu (6/9/2025), “Saya tidak peduli apa sebutannya.”
Sikap Vance menuai teguran keras dari Senator Rand Paul, sesama anggota Partai Republik, yang menyebut pernyataan itu sangat berbahaya.
“JD ‘Saya tidak peduli’ Vance mengatakan bahwa membunuh orang yang menurutnya melakukan kejahatan adalah ‘penggunaan tertinggi dan terbaik dari militer’. Apakah dia pernah membaca To Kill a Mockingbird?” ucap Paul.
“Apakah dia pernah membayangkan apa yang akan terjadi jika orang yang dituduh langsung dieksekusi tanpa pengadilan atau perwakilan?” tambahnya.
Paul menilai pemikiran Vance adalah “sentimen yang hina dan tidak berpikir panjang untuk mengagungkan pembunuhan seseorang tanpa pengadilan.”
Sementara itu, Trump sendiri sudah lama berjanji akan menumpas kartel narkoba yang dia sebut sebagai biang kematian akibat overdosis di AS.
Tren de Aragua menjadi fokus utama Trump karena reputasinya yang dikenal brutal, mulai dari perdagangan seks, penyelundupan narkoba, hingga kekerasan ekstrem.
Trump bahkan telah menetapkan Tren de Aragua sebagai organisasi teroris asing yang memungkinkan diberlakukannya sanksi keuangan dan pembatasan lain, meski tidak otomatis memberi kewenangan menggunakan kekuatan mematikan.
Meski seorang presiden memiliki kewenangan untuk menggunakan militer demi kepentingan nasional, belum jelas apakah dasar hukum itu berlaku dalam kasus ini, karena secara historis anggota kartel diperlakukan sebagai penjahat yang tetap berhak atas proses hukum.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]