WahanaNews.co |
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Yudo Margono, langsung menindak
tegas oknum prajurit TNI AL yang terlibat dalam kasus penganiayaan di
Purwakarta, Jawa Barat.
Bahkan, diakui pula, oknum
prajuritnya yang terlibat dalam perkara tersebut adalah enam orang, bukan empat
sebagaimana cerita yang diketahui oleh pihak keluarga korban.
Baca Juga:
DAMRI Buka Rute langsung dari Bandar Lampung ke Purwakarta
Dalam insiden tersebut,
seorang masyarakat sipil, bernama Frans Manalu, meninggal dunia.
Korban dilaporkan sempat
dianiaya oleh tujuh pelaku. Selain enam oknum prajurit TNI AL, satu pelaku
lainnya merupakan masyarakat sipil, bernama Rasta, seorang pengusaha tambak
ikan di Jatiluhur, Purwakarta.
Menurut Kepala Dinas
Penerangan TNI AL (Kadispenal), Laksamana Pertama Julius Widjojono, KSAL sadar
betul bahwa tindakan yang dilakukan oleh para pelaku merupakan pelanggaran
berat.
Baca Juga:
Partai Golkar Usung Dedi Mulyadi, Mantan Bupati Purwakarta di Pilgub Jabar 2024
"Perlu ditindak tegas,
menyakiti hati rakyat, dan akan menghukum seberat-beratnya para pelaku," jelas
dia, Jumat (18/6/2021).
Julius tegas menyebut,
pimpinan TNI AL sudah menekankan supaya seluruh jajaran TNI AL tidak mengulangi
perbuatan serupa.
Perwira tinggi TNI AL dengan
satu bintang di pundak itu pun menyatakan, KSAL sama sekali tidak mentolerir
perbuatan para pelaku.
"Sama sekali tidak
ditoleransi oleh Bapak KSAL, dan pelanggarannya adalah pelanggaran indisipliner
berat dan menyakiti hati rakyat," tegasnya.
Dari data yang sudah
diperoleh TNI AL, enam oknum prajurit yang sudah ditahan di Pusat Polisi
Militer TNI AL (Puspomal) itu semula ingin membantu pelaku yang berlatar
belakang masyarakat sipil.
Sebelum penganiayaan dan
tindak kekerasan terjadi sampai menyebabkan satu dari dua korban meninggal
dunia, enam oknum prajurit TNI AL itu dimintai bantuan untuk mencari dua
korban.
Sebab, kedua korban disebutnya
telah mencuri dan menggelapkan mobil milik pelaku berlatar belakang masyarakat
sipil tadi.
"Sehingga, anggota kami
tersebut berinisiatif untuk mencari pelakunya," imbuh Komandan Puspomal,
Laksamana Muda TNI Nazali Lempo.
Setelah ditemukan, kedua
korban dibawa ke Wisma Atlet di Purwakarta. Keduanya kemudian ditanyai oleh
tujuh pelaku.
"Memang, kedua oknum tersebut
mengakui menggelapkan mobil tersebut, bahkan mobil itu sudah sempat dijual,"
bebernya.
Sayangnya, saat proses
interogasi dilaksanakan, para pelaku melakukan tindakan di luar batas.
"Sehingga salah satu anggota
tersebut, anggota masyarakat, meninggal dunia," sesal Nazali.
Atas perbuatan tersebut,
pelaku berlatar belakang masyarakat sipil diproses hukum oleh Polri.
Sementara enam oknum prajurit
TNI AL diproses hukum oleh Puspomal.
Mereka terancam hukuman
maksimal sepuluh tahun penjara lantaran diduga telah melakukan penganiayaan
yang menyebabkan korban meninggal dunia.
"Nanti pengadilan militer
yang akan memutuskan, ancaman hukumannya maksimal sepuluh tahun," bebernya.
Terhadap korban dan keluarga
korban, TNI AL menyampaikan permintaan maaf.
Mereka juga memastikan telah
memberi santunan dan akan membantu seluruh kebutuhan korban, baik yang
mengalami luka-luka maupun meninggal dunia.
"Kami mengurus semua, mulai
dari autopsi, semuanya. Dan sekarang sudah selesai. Dan hari ini rencana akan
dilaksanakan pemakaman," imbuh Nazali.
Kronologi versi Keluarga
Sebelumnya diberitakan, tewasnya
Frans Manalu, menurut penjelasan pamannya, Juanda Sihombing, kepada WahanaNews, Kamis (17/6/2021), diduga
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada bulan Maret 2021.
Kala itu, ketika Frans sedang
berada di tempat usahanya, pencucian mobil Tri Jaya di Jalan Ipik Gandamanah,
Purwakarta, datanglah seseorang yang belakangan diketahui bernama Ade, sopir
dari Rasta, pengusaha tambak ikan di Jatiluhur.
Ia bermaksud mencuci mobil
majikannya itu di sana. Ade pun meninggalkan mobil tersebut beserta kuncinya,
lalu pergi.
Selesai dicuci, Frans
menyimpan mobil itu sedikit ke pinggir jalan.
Selang satu jam kemudian, Ade
kembali datang, bermaksud mengambil mobil. Dan, ternyata, mobil sudah lenyap,
tak ada lagi di tempatnya tadi diparkir.
"Ade segera melaporkan
kejadian tersebut ke pihak kepolisian," kisah Juanda.
Singkat cerita, perkara itu
tak berlanjut setelah Rasta, selaku pemilik mobil, mendapatkan ganti rugi dari
pihak asuransi, antara Rp 75-85 juta.
"Namun, sepertinya, Rasta
masih memendam kekesalan terhadap sang sopir, Ade. Bahkan, menurut informasi,
ia memegang bukti berupa surat pernyataan kesanggupan Ade mengganti kerugian
atas hilangnya mobil tadi," papar Juanda.
Pada 29 Mei 2021, sekitar jam
16.00 - 17.00 WIB, Rasta bersama sejumlah oknum TNI AL datang "menjemput" Frans
ke tempat pencucian mobil.
Frans kemudian dibawa ke
Wisma Atlet Dayung di Jatiluhur, Purwakarta, dan di sanalah ia melihat Ade
menjadi korban pengeroyokan hingga babak belur.
"Sejak saat itu, Frans pun
tak pernah diketahui lagi keberadaannya," kata Juanda.
Ade kemudian diketahui
melaporkan peristiwa pengeroyokan terhadap dirinya di Wisma Atlet Dayung tadi
ke Polres Purwakarta.
Laporan Ade itu diketahui
setelah keluarga, pada Jumat (11/6/2021), mendapat surat panggilan bagi Frans
Manalu untuk dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Polres Purwakarta.
Pada surat itu, Frans
diundang hadir ke Polres Purwakarta pada Senin (14/6/2021).
"Karena Frans sudah lama
tidak diketahui keberadaannya, maka yang memenuhi panggilan itu adalah ayah
kandungnya, Jonisah Manalu, sekaligus membuat laporan terkait hilangnya sang
anak," kata Juanda.
Dan, Rabu (16/6/2021),
keluarga mendapat informasi dari pihak kepolisian soal penangkapan Rasta serta sejumlah
oknum TNI AL, juga tentang penemuan jenazah Frans Manalu di daerah Jonggol.
"Keluarga juga mendapat
telepon dari pihak Puspomal untuk izin melakukan otopsi terhadap jenazah
Frans," ujar Juanda.
Kini, lanjutnya, pihak
keluarga menunggu hasil otopsi tersebut, dan mengharapkan adanya keterbukaan
terkait tewasnya Frans Manalu.
"Kalau memang betul ada
keterlibatan oknum anggota TNI AL, kami tentunya sangat prihatin. Sebagai orang
yang sepenuhnya dilatih untuk membela dan melindungi seluruh warga negara, kok tega-teganya oknum itu malah berbuat
sebaliknya," cetus Juanda.
"Soal motif, kami kira
keempat oknum itu tidak punya masalah apa-apa dengan Frans. Dan, berdasarkan
kronologinya, kami kira Rasta yang paling mengetahui segalanya," imbuhnya. [yhr]