WahanaNews.co, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyatakan bahwa kerugian negara akibat tindak pidana fidusia, penipuan, dan penadahan kendaraan bermotor dari Februari 2021 hingga Januari 2024 mencapai Rp 49 miliar.
Jaringan ini merupakan jaringan penadah internasional yang mengekspor motor tanpa dokumen ke lima negara, yaitu Vietnam, Rusia, Hong Kong, Taiwan, dan Nigeria.
Baca Juga:
Oknum Debt Collector Lesing IndoMobil Finance Diduga Paksa Anak Dibawah Umur Tandatangani Surat Palsu
Selama periode tersebut, polisi berhasil mengamankan 675 motor serta dokumen pendukung yang menunjukkan adanya transaksi sebanyak 20.666 unit sepeda motor.
"Dampak kerugian ekonomi dari tindak pidana ini mencapai sekitar Rp 826 miliar," ujarnya dalam konferensi pers di Lapangan Rumput Slog Polri, Jalan Bekasi Timur Raya, Jakarta Timur, Kamis (18/7/2024).
Kerugian tersebut dihitung dari harga rata-rata per motor sebesar Rp 40 juta, dikalikan dengan 20.666 unit. Tindak pidana ini terjadi di enam wilayah, yakni: Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Vietnam, Rusia, Hong Kong, Taiwan, dan Nigeria.
Baca Juga:
OJK Laporkan Menerima 4.852 Pengaduan Konsumen Sampai Maret 2023
Jaringan internasional ini diketahui memanfaatkan kemudahan proses pengajuan leasing motor. Mereka sering menggunakan data orang lain untuk mengajukan leasing motor ke dealer resmi.
Setelah itu, motor berpindah tangan dari debitor ke pihak perantara dan akhirnya ke penadah. Leasing berbeda dengan kredit motor karena tidak selalu berakhir dengan hak kepemilikan.
Karena identitas pengajuan leasing sering kali menggunakan data orang lain, pihak leasing kesulitan menagih sisa tanggungan motor tersebut. Tindakan ini dilakukan di dealer-dealer yang ada di Pulau Jawa.
Para pelaku biasanya mengeluarkan uang sebesar Rp 5-8 juta per motor. Ketika motor terkumpul sebanyak 100 unit, motor-motor tersebut diekspor dengan harga lebih tinggi sesuai dengan harga di negara pengimpor.
Sebagai informasi, saat ini Bareskim telah menetapkan 7 orang tersangka. Mereka adalah NT dan ATH yang berperan sebagai debitor, WRJ dan HS sebagai penadah, FI sebagai pencari penadah, HM pencari debitur dan WS sebagai eskportir.
Ketujuh orang tersebut diduga melanggar Pasal 35 dan atau Pasal 36 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia serta Pasal 378, 372, 480, dan atau Pasal 481 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 7 tahun penjara.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]