Selain menipu lewat konten digital, para pelaku juga memalsukan rekening dan perusahaan untuk menampung hasil kejahatan. Mereka mencari orang yang mau dicatut identitasnya sebagai direktur perusahaan atau pemilik rekening. “Nominee itu berperan seolah pemilik rekening, namun dokumen dan rekening aslinya dipegang oleh para tersangka,” terang Raffles.
Rekening-rekening tersebut dijual ke sindikat di Malaysia dengan harga antara Rp 5 juta hingga Rp 30 juta per rekening. “Semua rekening perusahaan maupun akun kripto ini akan dibawa ke Malaysia untuk diperjualbelikan dan dipakai oleh pelaku penipuan langsung,” tambahnya.
Baca Juga:
Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kabupaten Fakfak Gelar Sosialisasi Cyber Crime, Meta AI dan Perpajakan
Lebih lanjut, polisi menemukan bahwa jaringan ini beroperasi lintas negara dalam tiga klaster: Indonesia, Malaysia, dan Kamboja. Klaster Indonesia bertugas mencari identitas palsu untuk pembuatan rekening dan akun kripto, sedangkan klaster Malaysia menjadi perantara yang menampung dan menjual akun-akun tersebut.
Sementara klaster Kamboja bertindak sebagai eksekutor utama yang menjalankan operasi penipuan daring, bahkan mempekerjakan warga asing. “Mereka mengelola server untuk kegiatan penipuan online dan judi online dengan korban dari berbagai negara,” ujar Raffles.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.