WahanaNews.co, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri telah mengungkap dugaan kasus perdagangan orang yang melibatkan 33 perguruan tinggi di Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro.
Baca Juga:
Wabah Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging' Merebak di Wilayah Jepang
"Dari hasil pendalaman, KBRI telah mengidentifikasi bahwa program ini dijalankan oleh 33 perguruan tinggi di Indonesia," ujar Djuhandhani dalam pernyataan resmi yang disampaikannya pada Rabu, 20 Maret 2024.
Djuhandhani menjelaskan bahwa tindak pidana tersebut terjadi dengan cara mengirimkan mahasiswa untuk menjalani program magang di Jerman melalui program Ferienjob, yang merupakan pekerjaan paruh waktu selama liburan semester.
Sebanyak 1.047 mahasiswa telah diberangkatkan untuk program ini dan ditempatkan melalui tiga agen tenaga kerja di Jerman.
Baca Juga:
Direktorat Jenderal Imigrasi: Koordinasi Wilayah Petugas Imigrasi di Luar Negeri
Berdasarkan penuturan Djuhandhani, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman.
Disebutkan, ada empat mahasiswa yang mendatangi KBRI karena program magang tersebut.
“Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” kata Djuhandhani, seperti dilansir dari Antara, Jumat (22/3/2024).
Menurut keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferienjob, kronologi kasus ini bermula ketika mahasiswa mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.
Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran sebesar Rp 150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar Rp 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp 3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.
“Ini nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa,” ujar Direktur Tipidum Bareskrim Polri.
Selain itu, para mahasiswa dibebankan dana talangan sebesar Rp 30 juta - Rp 50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulan.
Setelah tiba di Jerman para mahasiswa juga langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
“Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa,” kata dia.
Karena para mahasiswa sudah berada di Jerman, mau tidak mau mereka menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut.
Dalam kontrak kerja itu, tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman dibebankan kepada para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji yang didapatkan.
Mahasiswa yang menjadi korban ferienjob tersebut bekerja dalam kurun waktu tiga bulan mulai Oktober-Desember 2023.
Polri juga menyelidiki bahwa program magang ferienjob tersebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjanjikan dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS). Hal ini tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh PT SHB, yang menjalin kerja sama dengan universitas.
Namun Kemendikbud membantah ferienjob itu bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
“Kemendikbud menyampaikan bahwa program ferienjob bukan merupakan bagian program MBKM dari Kemendikbud,” ucap Djuhandhani.
Dari penyelidikan pihak berwajib, Dittipidum Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka, yang seluruhnya warga negara Indonesia (WNI).
“Dua orang berada di Jerman,” tutur Djuhandhani.
Mabes Polri juga telah bekerja sama dengan divisi hubungan internasional dan KBRI Jerman untuk penanganan dua tersangka yang berada di Jerman.
Kelima tersangka ini terdiri dari SS (laki-laki) 65 tahun, AJ (perempuan) 52 tahun, MZ (laki-laki) 60 tahun. Sedangkan kedua tersangka yang masih berada di Jerman yaitu ER alias EW (perempuan) 39 tahun, A alias AE (perempuan) 37 tahun.
Atas tindakan mereka, kelima tersangka dikenai pasal 81 dari Undang-Undang nomor 17 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp 15 miliar.
Terdapat juga pasal pidana tambahan yang mencakup pencabutan izin usaha, konfiskasi aset hasil kejahatan, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus, serta larangan bagi pengurus PT.SHB untuk mendirikan perusahaan dalam sektor usaha yang sama.
Namun, Kemendikbudristek menjelaskan bahwa program Ferienjob bukanlah bagian dari Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Kemendikbudristek menolak program tersebut karena jadwal akademik di Indonesia tidak sejalan dengan yang ada di Jerman.
Secara spesifik, mekanisme program magang dari luar negeri harus melalui persetujuan dari KBRI atau Kedutaan Besar yang bersangkutan untuk memperoleh surat rekomendasi bagi program tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]