WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang pria berinisial MD (25) berhasil mengantongi keuntungan hingga Rp 100 juta dari aksi pemerasan bermodus video call sex (VCS) yang dijalankannya selama satu tahun terakhir sejak 2024.
“Dari pengakuannya, dia sudah menjalankan aksinya sejak tahun 2024 dan meraup sekitar Rp 100 juta, yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkap Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Selasa (6/5/2025).
Baca Juga:
Uya Kuya Ungkap Kasus Perundungan di PPDS, Kekerasan Hingga Pemerasan
Herman menyebutkan bahwa korban dalam kasus ini mencapai puluhan orang, sebagian besar adalah pria.
Namun banyak dari mereka enggan melapor ke pihak berwajib karena khawatir identitas mereka terbongkar.
“Kami sudah mendapatkan beberapa data korban, meski belum bisa dipastikan jumlah pastinya. Kami berusaha menghubungi para korban, namun sebagian besar memilih bungkam,” jelasnya.
Baca Juga:
Syahroni Minta Taman Safari Duduk Bareng Korban Eksploitasi OCI
Menurut Herman, ketakutan para korban terutama berasal dari kekhawatiran informasi pribadi mereka tersebar ke keluarga atau pasangan.
“Mereka takut videonya diketahui oleh istri, suami, atau keluarganya,” imbuhnya.
Pelaku ditangkap oleh tim siber Polda Metro Jaya di kawasan Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Ia diketahui menjalankan aksinya dengan menyamar sebagai perempuan cantik di media sosial, lalu menggoda calon korban untuk melakukan VCS.
Dalam sesi video call tersebut, pelaku meminta korban memperlihatkan bagian intim tubuhnya. Aksi itu direkam diam-diam oleh pelaku dan kemudian digunakan sebagai alat untuk memeras.
“Setelah video direkam, pelaku rutin mengirimkan rekaman itu sambil menuntut uang dari korban,” kata Herman.
Jika korban menolak, pelaku mengancam akan menyebarkan video tersebut ke keluarga maupun lingkungan terdekat korban.
Dalam salah satu laporan yang ditangani, korban mengalami kerugian sekitar Rp 2,5 juta akibat pemerasan tersebut.
Kini, MD telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan. Ia dijerat dengan Pasal 45 ayat (10) jo Pasal 27B ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024.
“Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 1 miliar,” tegas Herman.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]