WahanaNews.co | Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Makassar mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka aborsi 7 janin, yakni SM (30) dan NM (29).
Dari pendalaman yang dilakukan polisi, ada perbedaan keterangan dari keduanya soal jumlah janin yang digugurkan.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Persetubuhan Anak dan Aborsi, Polisi Sebut Nikita Laporkan Vadel
"Ada perbedaan pendapat antara tersangka laki-laki dan perempuan dari jumlah yang mereka hasilkan dari hubungan mereka. Menurut perempuan tujuh yang mereka gugurkan, tapi menurut laki-laki cuma empat," kata Kasatreskrim Polrestabes Makassar, Ajun Komisaris Besar Reonald TS Simanjuntak kepada wartawan di Mapolrestabes Makassar, Jumat (10/6).
Karena perbedaan keterangan tersebut, polisi akan melakukan tes DNA untuk pencocokan apakah tujuh janin yang ditemukan merupakan hasil hubungan mereka berdua.
Meski demikian, polisi belum mengetahui untuk jadwal tes DNA bagi kedua tersangka tersebut.
Baca Juga:
Neneng Rela Anaknya Disetubuhi Pacar hingga Direkam Demi Kepuasan
"Kemungkinan nanti kita lakukan tes DNA untuk memastikan janin siapa yang ada di situ. Kita belum tahu, nanti kita tanyakan ke kedokteran dan akan kita sampaikan selanjutnya," sebutnya.
Reonald mengatakan dalam kasus ini polisi juga memberikan pendampingan, khususnya bagi tersangka NM. Tak hanya itu, polisi juga mempersilakan penasihat hukum untuk melakukan pendampingan.
"Nanti ada pendampingan yang akan kita libatkan. Kemudian sudah pasti penasihat hukum dari masing-masing akan kita libatkan," tegasnya.
Reonald mengungkapkan keterangan dari keduanya belum juga menikah meski sudah tujuh kali melakukan aborsi karena alasan belum mempunyai pekerjaan tetap. Selain itu, hubungan keduanya juga tidak setujui oleh orang tua SM.
"Keduanya ini satu kampung, sama-sama orang Toraja. Dan ternyata hubungan keduanya dari pihak laki-laki orang tuanya tidak menyetujui. Itu alasan mereka menggugurkan atau melakukan aborsi," sebutnya.
Untuk pengenaan pasal, Reonald mengaku masih belum ada perubahan. Ia mengaku kedua pelaku tersebut terancam dijerat pasal berlapis. Sejumlah pasal yang akan dikenakan yakni Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 75 ayat (1) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Ancaman hukuman untuk UU Perlindungan anak 15 tahun. Kalau UU kesehatan 10 tahun penjara," ucapnya. [rin]