WAHANANEWS.CO, Lombok Utara - Kematian tak wajar anggota Propam Polda NTB, Brigadir Nurhadi, menguak fakta mengejutkan di balik pesta malam yang digelar di vila mewah Gili Trawangan, Lombok Utara.
Skenario kelam melibatkan dua atasan dan seorang perempuan, kini menyeret tiga tersangka dan dua pemecatan dari kepolisian.
Baca Juga:
Oknum Polisi di Pacitan Dipecat Tak Hormat Usai Diduga Perkosa Tahanan Wanita
Tragedi itu terjadi Rabu (16/4/2025) malam. Brigadir Nurhadi pergi ke Gili Trawangan bersama dua perwira polisi, Kompol I Made Yogi Purusa dan Ipda Haris Chandra, beserta dua wanita.
Malam itu disebut sebagai ajang “happy-happy dan pesta.”
“Dari penjelasannya, mereka ke sana untuk happy-happy dan pesta,” ungkap Kombes Pol Syarif Hidayat, Direktur Reskrimum Polda NTB.
Baca Juga:
Diduga Cabuli Ibu Mertua, Oknum Polisi di Buton Dipecat Tidak Hormat
Namun malam pesta itu berubah menjadi tragedi. Berdasarkan hasil autopsi dan pemeriksaan forensik, terungkap Brigadir Nurhadi dianiaya, dicekik, hingga akhirnya tewas tenggelam.
Ahli forensik Universitas Mataram, dr. Arfi Samsun, menemukan sejumlah luka mencurigakan.
“Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun belakang. Kalau berdasarkan teori, kepalanya bergerak membentur benda diam,” jelas dr. Arfi.
Yang paling mengerikan, ditemukan tulang lidah patah, indikasi kuat korban dicekik. Menurut Arfi, penyebab kematian 80 persen karena cekikan. Namun ia menegaskan bahwa proses cekikan dan tenggelam saling berkaitan.
“Jadi ada kekerasan pencekikan yang menyebabkan korban tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air. Tidak bisa dipisahkan, pencekikan dan tenggelam merupakan rangkaian kejadian yang berkaitan,” katanya.
Selain itu, korban juga sempat diberikan obat penenang. Hal ini terjadi dalam selang waktu pukul 20.00 sampai 21.00 WITA, rentang waktu yang tak terekam CCTV maupun disaksikan siapa pun.
“Sehingga space waktu ini patut diduga tempat terjadinya (pencekikan),” terang Syarif.
Menambah kompleksitas kasus, Nurhadi sempat merayu teman wanita salah satu tersangka. Perempuan itu berinisial M, warga asal Jambi, dan berada di tempat kejadian. Dialah satu-satunya tersangka yang kini ditahan.
“Kita tahan inisial M untuk memudahkan pengambilan keterangan kalau ada petunjuk dari jaksa,” jelas Syarif.
Sementara dua tersangka lainnya, Kompol YG dan Ipda HC, yang telah dipecat dengan status Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), masih bebas namun dalam pengawasan ketat. Mereka berdomisili di NTB dan dikenai penahanan khusus selama 30 hari.
Keduanya, menurut Komisi Kode Etik Polri, telah melanggar etik berat terkait keterlibatan dalam kematian Nurhadi. Pemecatan diumumkan Selasa (27/5/2025).
Akademisi Universitas Mataram, Dr. Samsul Hidayat, menyambut baik langkah tegas ini. “Ini menunjukkan penanganan pelanggaran di Polri tidak pandang pangkat atau jabatan,” katanya.
Samsul mengingatkan, pemecatan etik bukan berarti menghapus jerat pidana. Ia berharap kasus ini memberi efek jera.
“Kami berharap Polda NTB konsisten memberikan efek jera kepada anggota Polri yang nakal, agar kepercayaan publik terhadap Polri terus meningkat,” pungkasnya.
Sementara penyidikan terus berjalan, penyidik menggunakan alat poligraf dari Labfor Polda Bali untuk mendalami kejujuran para tersangka.
“Hasilnya, sebagian besar keterangan yang mereka sampaikan ternyata bohong,” ujar Syarif.
Kini publik menunggu: siapa yang sebenarnya mencekik Brigadir Nurhadi? Apa motif di balik pesta maut itu? Dan benarkah rayuan kepada wanita menjadi pemicu tragedi?
Polisi menjanjikan penyelidikan tuntas, meski yang dihadapi bukan “orang biasa”, melainkan mantan pejabat penting.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]