WahanaNews.co | Kasus pengiriman pekerja migran
Indonesia (PMI) ilegal masih menjadi salah satu pekerjaan rumah dari pemerintah
yang hingga sekarang belum terselesaikan.
Sulitnya
menangani kasus tersebut karena diduga banyak oknum yang terlibat di dalamnya
sebagai sebuah sindikat.
Baca Juga:
Banyak Mendapat Penolakan, UU Tapera Digugat ke MK
Sebab,
bisnis pengiriman PMI ilegal memiliki keuntungan yang cukup menggiurkan. Bahkan, nilainya mencapai puluhan
triliun rupiah.
Bagaimana
tidak, untuk masuk ke bandara dan lolos dari pemeriksaan saja, setiap PMI
setidaknya harus mengeluarkan uang antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta, belum yang lainnya.
Jumlah
itu, jika dikalikan dengan jutaan PMI ilegal yang tersebar di
berbagai negara saat ini, nilainya sangat mencengangkan.
Baca Juga:
Mimpi Indonesia Emas 2045 Terancam: 40 Juta Penduduk Terjebak Gaji Rendah
"Ini
adalah kejahatan yang sangat terorganisir oleh sindikat jahat. Bayangkan,
mereka bisa mendapatkan kurang lebih Rp 20 juta dari setiap PMI," ujar
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny
Rhamdani, saat kegiatan sosialisasi Undang-Undang No 18 Tahun 2017
tentang Perlindungan PMI di Blitar, Jumat (19/3/2021).
"Mereka
(sindikat) adalah segelintir pengusaha brengsek yang 'dibackingi' oleh
oknum-oknum TNI-Polri, keimigrasian, kedubes, ketenagakerjaan, bahkan mungkin
juga oknum lembaga yang saya pimpin," ujarnya.
Minta Dukungan
TNI-Polri
Untuk
memberantas sindikat pengiriman PMI ilegal itu, lanjut Benny, pihaknya sudah
melakukan koordinasi dengan Panglima TNI dan Kapolri.
Dengan
upaya yang dilakukan itu diharapkan bisa menekan praktik kejahatan yang
melibatkan oknum bawahannya.
Disebutkan
dia, jumlah PMI yang tersebar di berbagai negara saat ini tercatat mencapai 9
juta orang.
Dari
total tersebut, 5 juta orang di antaranya PMI ilegal dan 3,5 juta PMI legal.
Dengan
jumlah itu, sumbangan devisa yang berasal dari PMI adalah yang
terbesar setelah
sektor migas.
"Migas
berikan devisa Rp 159,7 triliun kepada negara. PMI sumbang Rp 159,6 triliun.
Hanya beda koma," ujarnya.
Selain
adanya sindikat jahat dalam bisnis tersebut, ia menilai kasus pengiriman PMI
ilegal juga tidak terlepas dari peran dari pemerintah daerah yang minim.
Sebab,
jika informasi yang diterima masyarakat tepat dan mereka memiliki kapasitas
yang memadai tentu dapat terhindar dari jeratan sindikat tersebut.
"Jika
mereka mendapat informasi yang benar, pembekalan keterampilan dan pengetahuan
yang benar, tentunya mereka tidak bisa terjerat tipu daya sindikat ilegal,"
ujar Benny.
Sementara
itu, Ketua Bidang Advokasi Migrant Care, Nur Harsono, mengatakan, penggunaan calo yang
dilakukan perusahaan resmi dalam merekrut PMI juga perlu mendapat perhatian.
Sebab,
penggunaan calo tersebut berpotensi terjadinya pelanggaran prosedur dan
membebani biaya bagi PMI.
"Warga
yang berminat bekerja di luar negeri harusnya dipermudah dengan mendaftar di
kantor desa setempat. Ini juga memungkinkan kontrol yang lebih kuat,"
ujarnya. [dhn]