WahanaNews.co | Ketua Umum Ikatan Alumni Lemhanas, dan mantan Danjen Kopassus TNI AD, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, menggelar pertemuan khusus dengan sejumlah pimpinan redaksi di kediamannya, kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Rabu (22/9/2021) kemarin.
Ada sejumlah pernyataan menarik Agum Gumelar, di antaranya soal aktivitas politik yang berkembang di tanah air saat ini dan menggunakan cara-cara Partai Komunis Indonesia (PKI) jaman dahulu, padahal ideologi komunis itu sudah tidak laku, sehingga isu komunis dinilai sebagai pengalihan.
Baca Juga:
Singgung Etika, Ganjar: Para Jendral yang Dulu Pecat Prabowo Kini Berbalik Mendukung
"Kita semua sudah tahu pihak-pihak yang menggunakan cara-cara PKI untuk kepentingan politiknya. Salah satu cirinya adalah pihak-pihak yang menyebarkan paham intoleran," kata Agum Gumelar dalam penjelasannya di Jakarta, Rabu (22/9/2021).
Menurut Agum, ada 3 hal yang menjadi model aktivitas ala PKI dan gerakan komunis.
PKI adalah satu satunya partai yang bekerja dengan dua cara, legal dan tidak legal. Secara legal, Komunis membuat PKI dengan pimpinannya pada Comitte Central - CC PKI.
Baca Juga:
Jokowi Bersihkan Nama Soekarno dari G30S PKI
Sedangkan yang tidak tampak adalah aktivitas melalui biro khusus, salah satu tokohnya adalah Sjam Kamaruzaman. PKI di Indonesia adalah bagian Komunis internasional yang memiliki tiga cara kerja.
"Ada tiga Grand Strategi, cara kerja Komunis internasional yang diadopsi," kata Mantan Wantimpres tersebut.
Pertama, bila kekuatannya di bawah kekuasaan yang ada, strategi mereka adalah hidup berdampingan secara damai. Mereka seolah menjadi ujung tombak pemerintah.
Kondisi ini menyebabkan pemerintah terlena karena seolah mendapat dukungan kuat, seperti yang terjadi saat PKI menjadi ujung tombak dan memberikan dukungan penuh pada era Orde Lama.
Strategi kedua, kata Ketua Umum IKAL Lemhanas ini, bila kekuatannya sudah berada di atas kekuasaan, mereka akan merebut kekuasaan dengan segala cara.
"Itulah yang terjadi dengan G30S/PKI," ujar Agum.
Strategi terakhir adalah bahwa PKI tidak pernah merasa kalah.
Mereka hanya mengenal istilah pasang surut perjuangan.
Namun saat ini, menurut Agum, PKI dan komunisme sudah tidak ada dan tidak dapat berkembang di Indonesia.
"Kalau PKI masih ada, kami yang akan menggebuknya. Selain juga sudah ada payung hukumnya yakni TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme," imbuh Agum.
Di Rusia dan China, komunis sudah tidak banyak lagi, bahkan China kini cenderung menjadi kapitalis sejak era Deng Xiaoping.
Karena itu, menurut dia, sekarang yang harus diwaspadai bukan PKI dan Komunis, melainkan cara-cara yang digunakan pihak tertentu yang memiliki agenda politik memecah belah bangsa dengan cara-cara PKI-komunis.
"Salah satu caranya yang perlu diwaspadai adalah dengan penyebaran Hoaks," pungkas Agum Gumelar.
Sementara itu, peneliti Universitas Pertahanan, Doni Yusgiantoro, yang menjadi salah satu pembicara dalam pertemuan tersebut, mempresentasikan pola Monitoring Informasi Hoaks.
Sedangkan pembicara lain, Rosarita Niken Widiastuti, mengungkapkan, hoaks itu berbahaya dan dapat memecah belah bangsa. [qnt]