WahanaNews.co, Jakarta - Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani menolak wacana presiden kembali dipilih oleh MPR melalui amendemen konstitusi yang sempat diwacanakan DPD.
Muzani menilai melalui pemilu langsung oleh rakyat, demokrasi Indonesia sudah cukup maju.
Baca Juga:
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumatera Utara Tenno Purba Ucapkan Selamat Atas Pelantikan Presiden Dan Wapres RI
"Itu sesuatu yang sudah maju. Demokrasi kita sudah maju, yakni presiden dipilih langsung oleh rakyat," kata Muzani di kompleks GBK, Minggu (13/8/23).
Muzani lantas membandingkan Pasal 1 ayat (2) konstitusi sebelum amendemen dengan sesudah amendemen.
Sebelum amendemen, pasal itu menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Baca Juga:
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumut Tenno Purba Ucapkan Selamat Atas Pelantikan Presiden dan Wapres RI
"Itu sebabnya, MPR memilih presiden, MPR membuat program presiden namanya GBHN, MPR juga memberhentikan presiden dan wakil presiden. itu sebabnya lembaga ini lembaga tertinggi negara," ujar dia.
Sementara, melalui perubahan ke-3, pasal itu diubah menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
Muzani menuturkan amendemen pada pasal itu lah yang mengubah posisi MPR yang mulanya lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara.
"Sekarang, MPR adalah lembaga negara saja, hanya melantik presiden. Demokrasi yang sudah maju tidak perlu lagi ditarik ke belakang," tegasnya.
Meski demikian ia menghormati pandangan tersebut. Namun ia tetap menekankan pengaturan soal MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara harus melalui amendemen.
Sementara persetujuan untuk mengamendemen konstitusi akan bergantung pada fraksi-fraksi di parlemen.
"Nah, parpol sekarang sedang berkonsentrasi terhadap pemilu. Ini yang secara waktu agak berat," ucap Muzani.
Sebelumnya, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti mengusulkan sejumlah poin proposal kenegaraan untuk mengamendemen konstitusi.
Ia mengklaim reformasi konstitusi pada 1999 hingga 2002 justru melahirkan konstitusi yang meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi.
Salah satu proposal itu ialah mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Bersamaan dengan itu, MPR juga berwenang memilih presiden.
"MPR yang memilih dan melantik Presiden. Serta MPR yang mengevaluasi kinerja Presiden di akhir masa jabatan," ujar La Nyalla dalam keterangan resminya, Jumat (11/8/23).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]