WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Tbk, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, akhirnya angkat suara terkait terungkapnya skandal korupsi besar di tubuh Pertamina yang menyeret sejumlah petingginya.
Ahok menyoroti tiga tersangka utama dalam kasus ini, yakni Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Yoki Firnandi.
Baca Juga:
Ahok Siap Diperiksa, Tantang Kejagung Lakukan Sidang Terbuka
Ia mengungkapkan keheranannya bagaimana ketiga orang tersebut masih bisa menduduki jabatan strategis di PT Pertamina Patra Niaga meskipun sudah menunjukkan berbagai indikasi penyimpangan sejak lama.
Kasus mega korupsi ini berkaitan dengan tata kelola minyak mentah dan produksi kilang yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini.
Baca Juga:
Ahok Siap Diperiksa Kejagung, Kasus Korupsi BBM Pertamina Seret Banyak Nama
Ahok mengaku selama menjabat sebagai Komisaris Utama, ia sering menegur Riva, Maya, dan Yoki dalam setiap rapat.
Namun, mereka kerap mengabaikan instruksinya. "Mereka ini kalau dimarahi paling pintar. Dimarahi cuma diam, ngeyel, tapi tetap tidak dikerjakan. Minggu depan datang, masalah yang sama terulang lagi," ungkap Ahok, dikutip dari Tribunnews, Senin (1/3/2025).
Ia juga menyinggung keterlambatan implementasi pembayaran non-tunai di SPBU. Menurut Ahok, sejak empat tahun lalu ia sudah meminta agar sistem pembayaran menggunakan aplikasi MyPertamina diterapkan secara luas, tetapi hingga kini transaksi tunai masih mendominasi.
"Sampai hari ini SPBU masih pakai tunai. Saya sudah minta dari empat tahun lalu," tegasnya.
Ahok menilai bahwa keberanian para petinggi Pertamina mengabaikan instruksinya disebabkan oleh keterbatasan wewenangnya sebagai Komisaris Utama yang tidak memiliki hak untuk memecat pejabat di bawahnya.
"Kenapa mereka berani? Karena mereka tahu saya tidak bisa memecat mereka. Seharusnya pengawas juga punya kewenangan untuk memecat, itu kuncinya," ujarnya.
Lebih lanjut, Ahok mempertanyakan alasan mengapa para tersangka ini tetap dipertahankan dalam jajaran kepemimpinan Pertamina.
"Kalau mereka yang bermasalah masih bercokol, berarti ada sesuatu dengan pihak yang bisa memecat mereka," sindirnya.
Ahok Siap Buka Rekaman Rapat
Ahok juga menyatakan kesiapannya untuk dipanggil Kejaksaan Agung guna memberikan keterangan terkait kasus ini.
Ia bahkan mengklaim memiliki rekaman suara dari rapat-rapat yang bisa mengungkap lebih dalam mengenai praktik korupsi di Pertamina.
"Saya siap membantu, saya senang jika di sidang semua rekaman rapat saya diputar, agar seluruh rakyat Indonesia tahu apa yang sebenarnya terjadi di Pertamina," ungkapnya, Sabtu (1/3/2025).
Namun, ia mengaku mendapat tekanan untuk tidak mengungkap rekaman tersebut karena dianggap sebagai rahasia perusahaan.
"Mereka menekan saya agar tidak bicara ke media. Tapi saya harap rekaman ini bisa dibuka di persidangan nanti," tambahnya.
Bahkan, Ahok menegaskan bahwa jika ia mempublikasikan rekaman tersebut di YouTube, kemungkinan besar banyak pejabat Pertamina yang akan kehilangan jabatannya.
"Kalau saya masih di Jakarta, saya pasang di YouTube, bisa dipecat semua," tegasnya.
Menteri BUMN: Investigasi Masih Berlangsung
Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir telah melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Agung terkait kasus ini, termasuk dugaan praktik oplosan bahan bakar minyak (BBM).
Erick menegaskan bahwa masih diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan kebenaran praktik ini.
"Saya dan Pak Jaksa Agung sudah rapat membahas apakah ini benar oplosan atau sekadar proses blending yang legal di industri perminyakan," ujar Erick dalam pernyataan yang dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Minggu (2/3/2024).
Menurut Erick, tidak semua SPBU dimiliki oleh Pertamina, karena banyak yang dikelola oleh pihak swasta. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan adanya praktik ilegal tanpa fakta yang jelas.
Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga membantah tudingan bahwa mereka mengoplos BBM. Dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, mereka menjelaskan bahwa yang dilakukan adalah penambahan zat aditif, bukan pengoplosan.
Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan bahwa zat aditif yang ditambahkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar.
"Kami menambahkan aditif agar kualitas dan performa produk meningkat, bukan untuk mengubah spesifikasi BBM," jelasnya.
Polemik terkait skandal ini masih terus berkembang, dan masyarakat menantikan langkah tegas Kejaksaan Agung serta Kementerian BUMN dalam menangani kasus yang telah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah fantastis ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]