WahanaNews.co | Sejumlah
kajian dilakukan terkait potensi tsunami imbas gempa megathrust di selatan Jawa
yang berdampak hingga Jakarta. Riset dan kajian itu diapresiasi BMKG.
Baca Juga:
BMKG Beri Peringatan ke Sejumlah Wilayah, La Nina Mulai Menggeliat
Pada dasarnya, kata Koordinator Mitigasi Gempabumi dan
Tsunami BMKG, Dr Daryono, setiap hasil riset potensi bencana dengan skenario
terburuk untuk tujuan membangun kesiapsiagaan masyarakat.
"Riset semacam itu diperlukan sebagai acuan langkah
mitigasi tsunami, jadi perlu dibuat model yang paling pahit agar kita lebih
siap dan tangguh, meskipun kapan terjadinya tidak ada yang tahu dan bisa jadi
jika terjadi belum tentu mencapai skenario terburuknya," ujar Daryono, Minggu
(22/8).
Namun Daryono mengimbau masyarakat agar tidak panik, karena
kajian ini dibuat bukan untuk membuat masyarakat resah, tetapi untuk menyiapkan
strategi mitigasi yang tepat dan efektif guna mengurangi risiko bencana yang
mungkin terjadi.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Gempa Megathrust
Sebelum membahas pemodelan tsunami akibat gempa megathrust
yang berdampak hingga Jakarta, kiranya perlu kita mengetahui sejarah tsunami
yang pernah melanda pantai Jakarta akibat erupsi katastropik Gunung Krakatau di
Selat Sunda pada 27 Agustus 1883.
Erupsi katastropik ini menyebabkan runtuhnya badan Gunung
Krakatau ke laut serta terjadinya kontak material erupsi yang panas dengan air
laut sehingga memicu tsunami lebih dari 30 meter.
Dahsyatnya tsunami mampu menimbulkan kerusakan di Pulau
Onrust yang merupakan bagian gugus pulau di Kepulauan Seribu. Sejak tahun 1848
Pulau Onrust dan sekitarnya difungsikan pemerintah Kolonial Belanda sebagai
Pangkalan Angkatan Laut, namun sarana ini rusak berat diterjang tsunami tahun
1883.
Selain menerjang Pulau Onrust, tsunami saat itu juga
menerjang Pantai Batavia. Gambaran Pantai Batavia dan Tanjung Priok yang
dilanda tsunami sangat jelas dilaporkan Bataviaasch Handelsblad yang terbit
pada 28 Agustus 1883.
Tsunami dilaporkan membanjiri daratan dan menghempaskan
perahu-perahu di pantai. Suasana sangat kacau di perkampungan Cina yang umumnya
terletak di pinggir sungai, ketika air mendadak naik setelah tengah hari.
Di daerah Pintu Kecil di mana banyak orang Eropa tinggal dengan
rumah membelakangi sungai, terus dilanda luapan air laut sehingga harus
menaikkan barang-barang mereka ke perahu untuk mengungsi.
Di daerah Kali Besar, air bercampur lumpur berwarna hitam
juga naik mendadak ke permukaan, menyebarkan bau asin yang tidak enak. Tak lama
kemudian sekitar pukul 2 siang, air kembali mengalir deras dengan kekuatan yang
luar biasa membuat Pasar Ikan kebanjiran untuk kedua kalinya.
Tsunami Selat Sunda
Tsunami juga menimbulkan kekacauan di Pelabuhan Tanjung
Priok. Kapal uap Wilhelmina yang sedang menurunkan muatan dihantam terjangan
tsunami hingga harus melepaskan jangkar. Sebuah kapal uap yang ditarik tongkang
dari Merak menuju Priok juga diterjang tsunami hingga keduanya hilang
tenggelam. Tsunami juga merusak beberapa jembatan dekat muara sungai di
Batavia.
Fakta mengenai tsunami Batavia 1883 ini menjadi dasar
pemikiran bahwa jika terjadi tsunami dahsyat di Selat Sunda maka dapat
berdampak hingga pantai Jakarta.
di Selat Sunda dapat dipicu oleh erupsi gunung api dan gempa
tektonik yang bersumber di zona megathrust.
Berdasarkan catatan sejarah, tsunami akibat erupsi Gunung
Krakatau pada 1883 mampu menjangkau Pantai Jakarta karena tinggi tsunami di
sumbernya lebih dari 30 meter, sedangkan tsunami akibat runtuhnya lereng Gunung
Anak Krakatau pada 2018 lalu lebih kecil sehingga tidak sampai di Pantai
Jakarta.
Untuk mengetahui apakah tsunami akibat gempa megathrust
Selat Sunda dapat mencapai Jakarta, maka diperlukan pemodelan tsunami.
Pemodelan tsunami akibat gempa magnitudo 8,7 yang bersumber di zona megathrust
Selat Sunda yang dilakukan BMKG menujukkan bahwa tsunami dapat sampai di Pantai
Jakarta.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa tsunami sampai di Pantai
Jakarta dalam waktu sekitar 3 jam setelah gempa, dengan tinggi 0,5 meter di
Kapuk Muara-Kamal Muara dan 0,6 meter di Ancol-Tanjung Priok.
Pemodelan tsunami diukur dari muka air laut rata-rata (mean
sea level). Dalam kasus terburuk, jika tsunami terjadi saat pasang, maka tinggi
tsunami dapat bertambah.
Selain itu, ketinggian tsunami juga dapat bertambah jika
pesisir Jakarta sudah mengalami penurunan permukaan (subsiden).
Pemodelan tsunami memang memiliki ketidakpastian
(uncertainty) yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena persamaan pemodelan
sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan.
Beda data yang digunakan maka akan beda hasilnya, bahkan
jika sumber tsunaminya digeser sedikit saja, maka hasilnya juga akan berbeda.
Inilah sebabnya maka selalu ada perbedaan hasil di antara pembuat model
tsunami.
Peta Bahaya Tsunami
Dalam mendukung upaya mitigasi konkret, BMKG menyusun peta
bahaya tsunami di seluruh pantai rawan tsunami di Indonesia.
Untuk Pulau Jawa, peta bahaya tsunami yang sudah dibuat
sebanyak 41 peta, dengan rincian: 5 peta di Banten, 5 peta di Jawa Barat, 17
peta di Jawa Tengah, 3 peta di Yogyakarta, dan 11 peta di Jawa Timur. Pembuatan
peta bahaya tsunami ini masih terus berjalan untuk wilayah lain di Indonesia.
Peta bahaya tsunami memberi informasi tinggi tsunami,
jauhnya landaan, dan waktu tiba tsunami di pantai. Peta ini juga bermanfaat
untuk perencanaan tata ruang pantai yang aman tsunami, acuan membuat jalur
evakuasi, menentukan lokasi titik kumpul, lokasi tempat evakuasi sementara,
serta acuan dalam berlatih evakuasi (tsunami drill).
Atas dasar beberapa hal tersebut maka BMKG membuat skenario
model terburuk untuk acuan mitigasi tsunami bagi pemerintah daerah, masyarakat,
dan relawan kebencanaan. [rin]