WahanaNews.co | Berkali-kali Bambang Trihatmodjo menyatakan tetap menolak klaim tagihan utang dari pemerintah yang dialamatkan kepadanya.
Utang tersebut bermula dari dana talangan pemerintah saat gelaran SEA Games XIX Tahun 1997 di Jakarta.
Baca Juga:
Sri Mulyani Bagikan Pengalaman Atasi Tantangan Pembiayaan Infrastruktur
Saat gelaran olahraga di penghujung rezim Orde Baru itu, Bambang Trihatmodjo merupakan Ketua Konsorsium Swasta Mitra Penyelengggara (KMP) yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997. Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.
Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta atau KMP sebesar Rp 35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.
Baca Juga:
Lepas Status Ibu Kota, DKI Bakal Diganti Jadi DKJ
Bambang Trihatmodjo melalui kuasa hukumnya, Shri Hardjuno Wiwoho, mempertanyakan motif politik dibalik mencuatnya kasus dana talangan ini.
Shri Hardjuno Wiwoho mengatakan, sejak awal uang Rp 35 miliar yang diberikan untuk dana talangan bukan bersumber dari APBN, melainkan dari dana pungutan reboisasi pihak swasta yang ditampung di Kementerian Kehutanan.
Oleh sebab itu, ia menilai, persoalan dana talangan ini seperti sekedar menyinggung pribadi Bambang Trihatmodjo sebagai anak Presiden Soeharto yang merupakan bagian dari Orde Baru. Padahal, menurut Hardjuno, penggunaan dana talangan tidak untuk kepentingan pribadi kliennya.