WahanaNews.co |
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, mengungkapkan, komposisi
kepemimpinan di MPR 2019-2024 sudah menyentuh seluruh kepentingan politik,
terdapat keterwakilan sembilan partai politik dan satu unsur kelompok DPD.
Menjadikan konsolidasi politik sekaligus
konsolidasi sosial kemasyarakatan lebih mudah dilakukan.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Mempermudah kinerja MPR saat ini dalam
menjalankan rekomendasi dua periode kepemimpinan MPR sebelumnya (2009-2014 dan
2014-2019) untuk melakukan perubahan terbatas terhadap UUD NRI 1945, guna
mengembalikan wewenang MPR menetapkan pedoman pembangunan nasional "model GBHN",
yang dalam rekomendasi MPR 2014-2019 disebut dengan nomenklatur Pokok-Pokok
Haluan Negara (PPHN).
"Euforia reformasi menggantikan GBHN
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025,
dimana penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) berlandaskan
visi dan misi calon presiden dan wakil presiden terpilih, justru menimbulkan
ketidakpastian kesinambungan pembangunan. Tidak heran jika publik setuju agar
MPR bisa kembali menyusun dan menetapkan haluan negara," ujar Bamsoet
dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Sekolah Tinggi Teknologi
Pelalawan (STTP), Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (4/6/21).
Turut hadir, antara lain, Direktur Sekolah
Tinggi Teknologi Pelalawan, Detri Karya; Gubernur Riau, Syamsuar; Wakil Ketua
DPRD Riau, Agung Nugroho; Bupati Pelalawan, Zukri Misran; Wakil Bupati
Pelalawan, Nasaruddin; Ketua DPRD Pelalawan, Baharuddin; Wakapolres Pelalawan,
Kompol Raden Edi Saputra; dan Dandim 0313/KPR, Letkol Inf Leo Octavianus
Sinaga.
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dorongan
kuat agar MPR kembali memiliki wewenang menetapkan haluan negara ini, antara
lain datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor
Indonesia, dan berbagai Organisasi Keagamaan mulai dari Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama
Konghucu.
Serta berbagai civitas akademika, antara lain
Universitas Negeri Udayana Bali, Universitas Ngurah Rai Bali, Universitas
Warmadewa Bali, dan Universitas Mahasaraswati Bali.
"Hakikat pembangunan merupakan proses
kolektif menuju kemajuan yang membutuhkan pedoman atau haluan, agar seluruh
pemangku kepentingan mempunyai persepsi dan perspektif yang sama. Karenanya
haluan negara tidak hanya penting dalam memastikan pembangunan telah berjalan
pada arah dan jalur yang benar, tetapi juga untuk menyatukan visi kebangsaan.
Melalui keberadaan PPHN, visi misi presiden, gubernur, bupati dan walikota akan
terangkum dalam satu kesatuan sebagai visi misi negara," jelas Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini
menerangkan, seiring masih dalam suasana hari peringatan kelahiran Pancasila,
dirinya menegaskan bahwa terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016
tentang Hari Lahir Pancasila yang ditetapkan setiap tanggal 1 Juni, pada
akhirnya, dan sudah seharusnya, mengakhiri polemik mengenai hari lahir
Pancasila.
Keputusan Presiden tersebut diterbitkan dengan
merujuk pada fakta sejarah.
"Pertama, bahwa pertama kali Pancasila
diperkenalkan sebagai Dasar Negara adalah pada tanggal 1 Juni 1945. Kedua,
bahwa rumusan Pancasila, baik yang disampaikan Soekarno sejak 1 Juni 1945,
rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, maupun rumusan final 18 Agustus 1945
adalah satu kesatuan proses, dan satu tarikan nafas lahirnya Pancasila sebagai
Dasar Negara," pungkas Bamsoet. [dhn]