Mengenai dasar hukum pengibaran bendera Aceh, merujuk pada Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), disebutkan bahwa Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang, dan himne.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 246 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.
Baca Juga:
Kisah Hendi Maulana, Insan PLN yang Menjawab Panggilan Kemanusiaan di Aceh
Namun di ayat (3) ditegaskan bahwa bendera tersebut bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh.
Pasal tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut melalui Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, yang mengatur bentuk serta tata cara penggunaan bendera daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan nasional.
Meski dasar hukum sudah ada, polemik bendera Aceh masih belum selesai di ranah politik nasional.
Baca Juga:
Membangun Sistem Penangan Korban Banjir Bandang: Belajar dari Model Respons Covid-19
Perdebatan mengenai bentuk, makna, hingga implikasi simboliknya masih menjadi pekerjaan rumah yang panjang bagi pemerintah pusat dan daerah.
Namun satu hal yang pasti, suara rakyat Aceh telah menyuarakan harapan agar identitas mereka diakui secara sah dan damai.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.