"Pekerjaan inti tidak boleh di-outsourcing. Outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang, misalnya keamanan. Karena itu, buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP No. 35 Tahun 2021 yang melegalkan outsourcing secara luas," tegas Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (27/8/2025).
Sementara itu, dalam demo buruh yang berlangsung besok juga akan menyuarakan persoalan pajak. Dalam hal ini, buruh menuntut menaikkan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak). Saat ini PTKP ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan. Buruh menuntut agar dinaikkan menjadi Rp7,5 juta per bulan. Dengan begitu, ada selisih sekitar Rp3 juta yang bisa digunakan pekerja untuk kebutuhan sehari-hari. Uang itu tidak habis dipotong pajak, melainkan berputar dalam konsumsi rakyat. Konsumsi naik, daya beli meningkat, ekonomi pun bergerak.
Baca Juga:
Buruh di Bekasi Unjuk Rasa Sambil Dorong Motor Tuntut Kenaikan Upah
Selain itu, Said Iqbal juga meminta hapus pajak atas THR dan pesangon. THR yang diterima buruh setiap tahun sebagian besar habis untuk ongkos mudik, biaya sekolah anak, atau kebutuhan pokok lainnya. Sayangnya, pemerintah masih memajakinya. Begitu juga dengan pesangon-padahal uang pesangon adalah hak buruh yang di-PHK untuk bertahan hidup. Memajaki pesangon sama saja memperberat penderitaan mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Jika pajak THR dan pesangon dihapus, uang itu tidak hilang dari perputaran ekonomi. Justru akan kembali ke pasar dalam bentuk konsumsi barang dan jasa, yang pada akhirnya menghasilkan PPN untuk negara. Artinya, negara tidak benar-benar kehilangan penerimaan, hanya cara pungutnya yang lebih adil," ujarnya.
Menurut Said Iqbal, dengan reformasi pajak perburuhan, keadilan fiskal bisa lebih terasa. Pajak tidak lagi sekadar alat negara menarik uang dari rakyat kecil, melainkan menjadi instrumen untuk menjaga daya beli, melindungi buruh, dan menggerakkan roda ekonomi nasional.
Baca Juga:
Lusa, 50 Ribu Buruh Kepung Istana
Bukan hanya itu, buruh juga menyuarakan agar UU Ketenagakerjaan yang baru segera disahkan. Ini karena Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan Nomor 168/PUU-XXI/2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh, KSPSI Andi Gani, KSPI, dan FSPMI. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa paling lama dalam dua tahun harus lahir undang-undang ketenagakerjaan baru yang keluar dari jeratan Omnibus Law. Namun hingga kini, meski Panja di DPR sudah terbentuk, pembahasan belum juga dimulai secara serius.
"Karena itu, dalam aksi 28 Agustus, Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja mendesak agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru. Buruh tidak mau lagi janji hanya sebatas wacana, sementara praktik eksploitatif terus berlangsung," ujar Said Iqbal.
Ketika menggugat ke MK, setidaknya ada tujuh isu utama yang menjadi dasar perjuangan buruh. Oleh karena itu, Said Iqbal berharap, UU Ketenagakerjaan yang baru, setidaknya mengakomodir tujuh hal tersebut, seperti upah layak yang benar-benar melindungi pekerja, penghapusan sistem outsourcing yang semakin merajalela, pembatasan karyawan kontrak agar tidak selamanya dalam ketidakpastian, mekanisme dan prosedur PHK yang adil, pesangon yang layak, bukan sekadar 0,5 kali seperti dalam PP 35/2021, pembatasan tenaga kerja asing, khususnya melarang unskilled workers dari luar negeri bekerja di Indonesia, hingga hak cuti melahirkan, cuti hamil, dan cuti panjang. Buruh yang sudah bekerja 6 tahun berhak atas istirahat 2 bulan, dan berlaku kelipatan.