WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, untuk tetap waspada terhadap potensi gempa dan tsunami selama periode libur Lebaran 2025.
BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan agar risiko bencana dapat diminimalisir.
Baca Juga:
BMKG Perkirakan Musim Kemarau di Sulut Dimulai pada Juni 2025
“BMKG mencatat banyak kejadian gempa bertepatan dengan hari raya. Meski skalanya kecil, tetap tidak boleh dianggap remeh,” ujar Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam konferensi kesiagaan mudik Lebaran 2025 yang digelar secara daring dari Jakarta, Kamis (20/3) malam.
Ia mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, Indonesia mengalami 20 kali gempa bumi merusak dengan berbagai variasi magnitudo dan kedalaman.
Sumber gempa ini berasal dari sesar aktif, subduksi lempeng atau megathrust, serta gempa dalam lempeng (intra-slab).
Baca Juga:
Tapanuli Utara Diguncang Gempa 5,5 Magnitudo, Satu Orang Tewas Tertimbun Reruntuhan Bangunan
Jika melihat catatan sejarah, BMKG menemukan setidaknya 13 peristiwa gempa dan tsunami terjadi bertepatan dengan libur hari raya, termasuk Idulfitri.
Salah satunya adalah gempa berkekuatan 6,1 magnitudo akibat aktivitas Sesar Ransiki yang mengguncang Tenggara Manokwari Selatan, Papua Barat, pada April 2024. Gempa ini menyebabkan lima korban jiwa dan melukai 94 orang.
Beberapa peristiwa lainnya termasuk Gempa Palu (6,2 magnitudo) pada 8 Agustus 2012 yang menewaskan enam orang dan melukai 43 lainnya, Gempa Nias (6,7 magnitudo) pada 14 Mei 2021 yang masuk kategori merusak, serta Gempa Mentawai (6,1 magnitudo) yang terjadi pada 3 April 2023 saat Idulfitri.
"Potensi gempa dan tsunami selalu ada, dan kapan pun bisa terjadi, termasuk saat libur Idul Fitri, Imlek, dan Natal. Banyak gempa kecil yang tidak terdeteksi namun tetap menimbulkan dampak merusak. Oleh karena itu, kesiapsiagaan menjadi keharusan, terutama bagi masyarakat di daerah rawan gempa dan tsunami,” jelas Daryono.
Ia juga menegaskan bahwa kewaspadaan tidak hanya tertuju pada gempa dan dampaknya secara langsung, tetapi juga pada risiko ikutan seperti surface rupture di jalur sesar, tsunami, longsor, likuifaksi, hingga kebakaran.
BMKG mencatat sekitar 30 bandara di Indonesia berada di kawasan rawan tsunami, termasuk Bandara Ngurah Rai di Bali dan Bandara di Yogyakarta.
Pemerintah dan BMKG memperkuat informasi serta strategi mitigasi untuk mengurangi risiko di area tersebut.
“Menjelang Lebaran, masyarakat yang bepergian menggunakan transportasi udara, darat, maupun laut harus memahami jalur yang mereka lalui. Tidak semua jalur aman dari ancaman gempa,” imbuhnya.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Suci Dewi Anugrah, menambahkan bahwa pihaknya terus meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana.
BMKG telah membina 22 kelompok masyarakat siaga bencana yang tergabung dalam program Tsunami Ready Communities hasil kerja sama dengan UNESCO-IOC.
Kelompok ini tersebar di Aceh, Sumatera Barat, Pulau Jawa, Bali, dan Maluku—wilayah yang memiliki catatan historis bencana gempa dan tsunami.
“Mereka bertanggung jawab memastikan rambu dan papan informasi tsunami terpasang dengan baik, mengecek tempat evakuasi, menyiapkan alat komunikasi darurat, serta mengoperasikan sirene atau pengeras suara sebagai perintah evakuasi. Tim siaga juga dijadwalkan untuk selalu siap siaga,” tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]