"Potensi gempa dan tsunami selalu ada, dan kapan pun bisa terjadi, termasuk saat libur Idul Fitri, Imlek, dan Natal. Banyak gempa kecil yang tidak terdeteksi namun tetap menimbulkan dampak merusak. Oleh karena itu, kesiapsiagaan menjadi keharusan, terutama bagi masyarakat di daerah rawan gempa dan tsunami,” jelas Daryono.
Ia juga menegaskan bahwa kewaspadaan tidak hanya tertuju pada gempa dan dampaknya secara langsung, tetapi juga pada risiko ikutan seperti surface rupture di jalur sesar, tsunami, longsor, likuifaksi, hingga kebakaran.
Baca Juga:
BMKG Perkirakan Musim Kemarau di Sulut Dimulai pada Juni 2025
BMKG mencatat sekitar 30 bandara di Indonesia berada di kawasan rawan tsunami, termasuk Bandara Ngurah Rai di Bali dan Bandara di Yogyakarta.
Pemerintah dan BMKG memperkuat informasi serta strategi mitigasi untuk mengurangi risiko di area tersebut.
“Menjelang Lebaran, masyarakat yang bepergian menggunakan transportasi udara, darat, maupun laut harus memahami jalur yang mereka lalui. Tidak semua jalur aman dari ancaman gempa,” imbuhnya.
Baca Juga:
Tapanuli Utara Diguncang Gempa 5,5 Magnitudo, Satu Orang Tewas Tertimbun Reruntuhan Bangunan
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Suci Dewi Anugrah, menambahkan bahwa pihaknya terus meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana.
BMKG telah membina 22 kelompok masyarakat siaga bencana yang tergabung dalam program Tsunami Ready Communities hasil kerja sama dengan UNESCO-IOC.
Kelompok ini tersebar di Aceh, Sumatera Barat, Pulau Jawa, Bali, dan Maluku—wilayah yang memiliki catatan historis bencana gempa dan tsunami.