Ini juga menjadi indikasi bahwa ENSO dalam posisi netral, dan tidak memicu anomali iklim seperti El Nino atau La Nina hingga semester kedua 2025.
Dwikorita mengungkapkan bahwa transisi ke musim kemarau berkaitan erat dengan pergeseran angin monsun.
Baca Juga:
Hujan Deras dan Angin Kencang Ancam Belasan Daerah pada 4-5 Juni, Ini Peringatan BMKG
"Musim kemarau biasanya dimulai ketika angin monsun Asia mulai beralih menjadi monsun Australia, yang membawa udara kering dari benua Australia menuju Indonesia," tuturnya.
Wilayah yang lebih dulu memasuki musim kemarau pada April antara lain Lampung bagian timur, pesisir utara Jawa Barat, pesisir timur Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, pada Mei, cakupan wilayah kemarau diprediksi meluas ke sebagian Sumatra, hampir seluruh Jawa Tengah hingga Jawa Timur, sebagian Kalimantan Selatan, Bali, dan Papua bagian selatan.
Baca Juga:
Hadapi Musim Kemarau Basah, Tito Minta Stok Pangan Tetap Aman
BMKG meminta sektor pertanian untuk menyesuaikan pola tanam dan memilih varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan.
Pengelolaan air juga harus dioptimalkan, terutama di daerah yang diperkirakan mengalami kemarau kering.
“Bagi daerah yang mengalami musim kemarau lebih basah dari biasanya, justru bisa dimanfaatkan untuk memperluas area sawah demi meningkatkan hasil panen,” ujar Dwikorita.