WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar dan Menteri Pertahanan Syafrie Syamsudin menggelar pertemuan resmi di kantor BPOM, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan awal yang telah mereka lakukan pada awal tahun 2025, yang bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor.
Baca Juga:
Dikira Aman, 9 Obat Herbal Ini Ternyata Mengandung Zat Kimia Mematikan
Salah satu hasil penting dari pertemuan tersebut adalah kesepakatan untuk segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara BPOM dan Kementerian Pertahanan.
Penandatanganan direncanakan berlangsung menjelang peringatan Hari Kemerdekaan, sebagai bentuk komitmen bersama untuk memperkuat pengawasan serta pengembangan sektor farmasi dan stabilisasi harga obat nasional.
“Revitalisasi kebijakan pertahanan yang kami lakukan mencakup sentralisasi sistem farmasi di lingkungan militer. Pembangunan pabrik farmasi pertahanan negara ini bukan hanya untuk TNI, tetapi juga untuk rakyat,” kata Syafrie dalam keterangan resmi.
Baca Juga:
Jamu Oplosan Berisi Obat Kimia Disita BPOM, Ribuan Produk Tak Layak Edar
Syafrie juga menggarisbawahi pentingnya peran BPOM dalam menjaga kualitas dan keamanan produk farmasi yang dikembangkan.
Ia menyampaikan bahwa dukungan lembaga pengawas sangat krusial demi memastikan keberhasilan strategi kemandirian farmasi nasional yang sedang digagas Kemenhan.
“Ini bentuk keberpihakan negara kepada rakyat dalam memastikan akses obat yang aman dan terjangkau,” tambah Syafrie.
Lebih lanjut, Syafrie menjelaskan bahwa Kemenhan saat ini telah memiliki jaringan kerja sama internasional yang dapat dimanfaatkan dalam pengadaan bahan baku obat, termasuk dengan India.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPOM Taruna Ikrar menekankan pentingnya keterpaduan antara ketahanan pangan dan farmasi sebagai bagian dari pertahanan nasional.
Ia juga menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dari sisi biodiversitas yang belum dimaksimalkan.
Dari sekitar 30.000 spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat di Indonesia, sejauh ini baru sekitar 17.000 yang digunakan dalam bentuk jamu.
Dari jumlah tersebut, 78 telah berstatus sebagai obat herbal terstandar, sementara 21 lainnya telah diakui sebagai fitofarmaka.
Kedua lembaga tersebut sepakat bahwa pengembangan industri farmasi pertahanan bukan hanya kebutuhan militer, tetapi bagian penting dari strategi menjaga kedaulatan negara di sektor kesehatan dan menjamin kesejahteraan rakyat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]