WahanaNews.co | Rumah warisan Keluarga mantan Pangkostrad Letnan Jenderal (Purn) Kemal Idris di Jalan Duta Indah I No1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan kini dikuasai pihak lain, bukan oleh ahli waris. Padahal, ahli waris tidak pernah menandatangani kesepakatan dengan pihak yang kini menguasai aset seluas 1.061 m2 tersebut.
Peristiwa itu bermula ketika dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati, hendak menjual rumah tersebut pada 2017.
Baca Juga:
Paslon Ahmad Rizal Ajukan Sengketa ke Bawaslu Labura Atas Putusan TMS KPUD
Dimediatori pegawai agen property Firly Amalia, rumah itu rencananya akan dibeli oleh Rio Febrian, pada 18 Oktober 2017, Sertifikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro, di Jalan Radio IV No.1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Itu notaris yang ditunjuk Rio. Di sana, KTP saya dipinjam, lalu dibawa ke ruangan, dan kemudian dikembalikan. Saya nggak ikut. Setelah itu, sertifikat rumah yang dibawa ke ruangan,” ujar Dr. Yayan Riyanto, SH, MH, didampingi V. L. F. Bili, SH, MH. di lokasi sidang, kediaman almarhum ayahnya, Senin (22/5/2023).
Sertifikat itu kemudian ditahan, dengan alasan untuk dicek statusnya ke kantor BPN Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
Anggreswari yang datang bersama sepupunya, hanya diberikan tanda terima, yang ditandatangani pegawai Notaris RA Mahyasari, bernama Jamilah.
“Klien saya bilang, kalau Mahyasarinya nggak ada, lebih baik sertipikat saya bawa dulu. Namun Rio dan Firly meyakinkan bahwa sertipikat itu aman. Cuma dipinjam untuk ngecek ke BPN,” ujar Yayan.
Kemudian, lanjut Yayan, pada 3 November, Anggreswari bertemu dengan Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II, untuk menandatangani perjanjian kesepakatan jual beli. Harga yang disepakati sebesar Rp38 miliar.
Penandatangan dilakukan di bawah tangan, tanpa adanya akte notaris. Alasannya, sertifkat masih belum atas nama ahli waris, dan masih atas nama orang tua ahli waris, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris.
“Bapak memang selalu mengatasnamakan aset dengan nama ibu,” beber Yayan, seperti diungkap Anggreswari kepadanya.
Selanjutnya, pada 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio, di Plaza Indonesia. Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp 500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli. Namun, setelah pertemuan itu, tidak ada kabar lanjutan soal jual beli itu dari Rio.
Pada 27 Desember 2017, tiba-tiba ada orang yang datang dan hendak masuk ke rumah Letjen (Purn) Kemal Idris. Dia mengaku telah membeli rumah tersebut.
“Padahal klien kami, para ahli waris belum menandatangani akte jual-beli atau surat apa pun di Notaris, dan hanya menitipkan Sertipikat Hak Milik kepada Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro,” ucap Yayan, didampingi Anggreswari, juga Firrouz, dalam sesi wawancara.
Pada hari itu juga, para ahli waris datang ke kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut. Namun, tutup karena libur akhir tahun. Anggreswari kemudian kembali mendatangi kantor Notaris Mahyasari pada 4 Januari 2018 untuk mengambil sertipikat yang dititipkan sekaligus membatalkan rencana PPJB dengan Rio Febrian.
Namun, Mahyasari menolak. Sebab, menurut dia, telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT. Capital Investasi Artha, dengan PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017. Disebutkan, PT. Capital Investasi Artha membeli rumah itu dengan harga Rp 12 miliar.
“Klien saya dan kakaknya tidak pernah sekalipun bertemu dengan Notaris RA. Mahyasari dan PT Capital Investasi Artha untuk menandatangani perjanjian apa pun. Bertemu saja tidak, apalagi tanda tangan. Klien kami juga tidak menerima uang sepeser pun,” tegas Yayan.
PT Capital kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada 7 Februari 2018, dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah. Namun, Anggreswari menolak, karena merasa tidak pernah meneken kesepakatan dengan perusahaan tersebut.
Di lain sisi, tambah Yayan, PT Capital melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto ke polisi atas tuduhan penipuan. Dan PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 5 miliar dengan subsider dua bulan kurungan pada 2019.
“Hakim juga memerintahkan JPU mengembalikan sertifikat klien kami dari Notaris RA. Mahyasari. Namun sampai sekarang, lima tahun, belum dikembalikan,” beber Yayan.
Berdasarkan kesimpulan sidang Majelis Pengawas Notaris (MPN), Notaris RA. Mahyasari juga diminta membatalkan PPJB Nomor 6 tanggal 6 November 2017 yang sudah ditandatangani oleh PT Capital Investasi Artha.
“Klien kami hanya ingin Sertipikat rumah yang dititipkan ke Notaris Mahyasari dikembalikan. Tidak punya urusan dengan yang lain, termasuk PT Capital,” katanya.
Karena itu, Anggreswari dan Firrouz melalui kuasa hukumnya, Yayan Riyanto dan Verridiano L F Bili, mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022.
Yang digugat adalah Mahyasari (tergugat I), Rio Febrian (tergugat II), PT. Capital Investasi Artha (tergugat III), Firly Amalia (turut tergugat I), dan Kepala Kantor ATR/BPN Jaksel (turut tergugat II). [sdy]