Kawasan timur Indonesia bahkan memiliki potensi strategis dalam perjalanan ekspor impor dunia melalui selat Makassar yang perlu dikembangkan agar manfaatnya dapat dimaksimalkan.
"ASEAN sebagai organisasi kawasan kemudian menjelma menjadi identitas regional. Bahasa-bahasa anggota negara ASEAN mulai diajarkan diantara negara-negara anggota. Bahasa Indonesia mulai menjadi bahasa kedua di Vietnam. Demikian juga bahasa Tagalog, Muangthai, dan Melayu juga di ajarkan di beberapa negara anggota ASEAN. Proyek penguatan identitas kawasan dari kalangan people to people menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara." bebernya.
Baca Juga:
Prabowo Sampaikan Kepuasan atas Kinerja Kabinet Merah Putih Pada US-ASEAN Business Council
Dalam diskusi yang dipandu oleh Ahmad Khoirul Umam, ini Priyambudi juga menjelaskan bahwa memahami Geopolitik dan Regionalisme di Asia Tenggara dapat diawali dari masa kolonial dan pascakolonial yang berhasil memecah masyarakat ASEAN.
Namun disisi lain, masyarakat ASEAN menyadari bahwa kedepan saatnya mulai bersatu dan tidak terpecah-pecah menjadi proxy Major Power. Dimana ASEAN memiliki populasi besar dan beragam.
Hal tersebut terlihat dari masa kebangkitan 'Abad Asia' melalui pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan inovasi teknologi baru.
Baca Juga:
Wisatawan Indonesia Meningkat Tajam, 731 Ribu Perjalanan ke Luar Negeri di Oktober 2024
"Berakhirnya Perang IndoCina dan Krisis Kamboja menandai awal kompetisi antara negara-negara super power, middle power dan small power. Tercermin dari interaksi negara-negara yang kuat dan lemah, masyarakat sipil, dan tata kelola pemerintahan dan hukum. Ditambah dengan paradoks demografi seperti penduduk muda dan lansia. Menjadikan ASEAN sebagai kawasan multilateralisme, bilateralisme dan persekutuan 'Strategis'." tambahnya.
Wilayah rawan di Asia Tenggara meliputi Laut Tiongkok Selatan, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Indonesia. ASEAN kemudian menjadi muara pertemuan kepentingan Tiongkok dan Amerika Serikat.
Myanmar sebagai anggota ASEAN belum mampu menyelesaikan konflik internalnya antara Militer, NUG, Etnis Minoritas dan Rohingya.