Munir mengatakan, sertifikasi ISPO untuk petani dalam rangka memastikan prinsip keberlanjutan. Peserta program ini diharuskan mendapatkan sertfikasi ISPO pada panen pertama.
“Jadi prinsip sustainabilitas, artinya tetap berkelanjutan dari awal sampai akhir. Tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan para petani,” jelas Munir.
Baca Juga:
Optimalkan BPDPKS, Petani Kelapa Sawit Raih Keuntungan dari Harga TBS
Andi Sidik dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalimatan Timur (Kaltim) mengatakan, sejak 2017 hingga 2021 luas tanaman peremajaan kelapa sawit melalui BPDPKS yang terealisasi seluas 5.054,465 Ha atau 21 persen dari potensi di Kabupaten Paser seluas 2.000 Ha dan Kutai Kartanegara seluas 240 Ha.
Untuk kegiatan Sarpras tahun 2021 di Kaltim ada tiga kelembagaan di Kabupaten Paser yang mengajukan, yakni KUD Sawit Jaya seluas 50 Ha berupa peningkatan jalan produksi, Gapoktan Laburan Bersatu dan Gapoktan Jaflorensia Jayaseluas 50 Ha berupa intensifikasi.
“Sampai saat ini kegiatan Sarpras belum terealisasi karena menunggu Rekomtek dari pusat,” ujar Andi.
Baca Juga:
Peran Strategis BPDPKS: Pendorong Harga TBS dengan Program Berkelanjutan
Andi menyebutkan, untuk kegiatan SDM pada 2021 di Kabupaten Paser tealokasi 360 orang dengan dua tahap pada 6 KUD. Tahap pertama ditargetkan 180 orang. Sedangkan yang terealisasi sebanyak 248 orang atau 137 persen.
Ketua KUD Sawit Jaya Aliyadi mengatakan, petani senang mendapat dana hibah sehingga sangat antusias mengikuti program PSR. Karena dalam peremajaan sawit petani bisa menggunakan benih unggul.
“Tapi bulan November 2020 ketika mengajukan lagi ternyata sampai sekarang Rekomtek saja belum terbit,” ujar Ali yang juga Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (Aspekpir) Kaltim itu. [rsy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.